Minggu, 04 April 2010

tutor fraktur

1. Anatomi dan fisiologi Sistem Muskuloskeletal
A. OSTEOLOGI UMUM
Tubuh manusia tersusun oleh seperangkat tulang yang saling berhubungan membentuk persendian dan di namakan skeleton.
Adapun fungsi tulang :
1. Menegakkan dan memberi bentuk pada tubuh
2. Melindungi organ dalam seperti enchepalon,cor.
3. Sebagai alat gerak pasif
4. Memproduksi sel darah
5. Tempat penyimpanan mineral,mis: Ca,P.
 KLASIFIKASI TULANG
I. LOKALISASI/REGIONAL
a. Skeleton axiale
1.CRANIUM
 NEURO CRANIUM
o Os occipitale (1)
 Bagian postero-inferior cranium
 Terdiri dari :
 pars basilaris
 pars squamosa
 pars lateralis
 terdapat: Foramen jugulare
Foramen occipitale magnum
o Os temporale (2)
1. Squama temporalis terdapat fossa mandibularis
2.Pars mastoidea terdapat processus mastoidea
3.Pars tympanica terdapat meatus acusticus externus
4.Pars petrosa
5. Processus styloideus
o Os parietale (2)
 Sutura sagittalis
 Sutura coronaria
 Sutura lambdoidea
o Os frontale (1)
 Squama
 Pars nasalis
 Pars orbitalis
o Os sphenoidale (1)
 Corpus
 Ala magna
 Ala parva
 Processus pterygoideus
o Os eithmoidale (1)
o lamina cribrosa terdapat N. I (N. olfactorius)
o Crista galli
o Cellulae eithmoidalis

 VISCERO CRANIUM (SPLANCNO CRANIUM)
 Os maxilla (2)
• Corpus sinus maxillaris
• Membentuk:
• Lantai cavum rbita
• Bgn lateral cav. Nasi
• Bgn cranial cavitas oris
• Dentis pada proc.alveolaris superior arcus dentalis superior
 Os mandibula (1)
• Corpus
 Symphisis menti
 Protuberantia mentalis
 Foramen mentale
 Linea oblique
 Alveolus
• Ramus mandibulae
 Processus coronoideus
 Processus condylaris
 Os Zygomatica (2)
 Os nasalis (2)
 Os lacrimale (2)
 Os vomer (1)
 Os palatinae (2)
 Os concha nasalis inferior (2)

2. VERTEBRA
 Ruas-ruas tulang belakang
 Discus intervertebralis
 Terdiri dari 33 buah:
o 7 Vertebra cervicalis
o 12 Vertebra thoracalis
o 5 Vertebra lumbalis
o 5 Vertebra sacralis
o 4 Vertebra coccygeus
3.COSTA
o 12 pasang
o Melekat pd vert.thoracalis ke sternum
o 3 kelompok:
 1.Costa Vera (costa I-VII)
 2.Costa Spuria (costa VIII-X)
 3.Costa Fluctuantes (costa XI-XII)

4.STERNUM
• Bentuk seperti keris
• Terdiri dari :
• - manubrium sterni
• - corpus sterni
• - processus xiphoideus sterni
• ( proc. Ensiformis sterni )

b. SKELETON APPENDICULARE
a.Extremitas Superior
1. Cingulum Extremitas Superior
• Os Scapula
2.Extremitas inferior Liberae
• Os humerus
• Os radius
• Os ulna
• Ossa Carpalia
• Ossa Metacarpalia
• Ossa Phalanges
b.Extremitas Inferior
1. Cingulum Extremitas superior
• Os coxae
• Os ilium
• Os ischium
• Os pubis
2. Extremitas Inferior Liberae
• Femur
• Tibia
• Fibula
• Ossa tarsalia
• Ossa metatarsalia
• Ossa phalanges

II. MORFOLOGI
A. OS LONGUM
B. OS BREVIS
C. OS PLANUM
D. OS PNEUMATICUM
E. OS IRREGULARIS
F. OS SESAMOIDEA

III. HISTOLOGI
A. OSSEUM (= TULANG SEJATI)
B. CARTILAGO (= TULANG RAWAN)

 STRUKTUR DAN FUNGSI TULANG
 EMBRYOLOGI TULANG
Pada fase awal pembentukan tulang embrio (pada minggu ke-3 dan ke-4), terbentuk tiga lapisan germinal yaitu eksoderm,mesoderm,dan endoderm,lapisan ini merupakan jaringan yang bersifat multipotensial serta akan membentuk mesenkim yang kemudian berdiferensiasi membentuk jaringan tulang rawan .pada minggu kelima perkembangan embrio,terbentuk tonjolan anggota gerak (lim bud) yang di dalamnya terdapat juga sel mesoderm yang kemudian akan berubah menjadi mesenkim yang merupakan bakal terbentuknya tulang dan tulang rawan.
Perkembangan tulang terjadi melalui dua tahap yaitu:
1. Pada minggu ke-5 perkembangan embrio,tulang rawan terbentuk dari prakartilago,yang terdiri atas tiga jenis tulang rawan yaitu : tulang rawan hialin,tulang rawan fibrin,dan tulang rawan elastis.
2. Setelah minggu ke-7 perkembangan embrio tulang, akan terbentuk melalui dua cara,yaitu :
 Secara langsung
Pada proses ini tulang akan terbentuk secara langsung dari membran tulang dalam bentuk lembaran-lembaran misalnya pada tulang terbuka,pelvis,scapula dan tulang tengkorak.
 Secara tidak langsung
Pada proses ini tulang terbentuk dari tulang rawan dimana proses penulangan dari tulang rawan terjadi melalui 2 cara:
o Osifikasi sentral : terjadi melalui osifikasi endokondral
o Osifikasi perifer : pada keadaan ini osifikasi terjadi di bawa perikondrium atau perikondrial atau osifikasi periostium.mesenkim pada daerah perifer berdiferensiasi dalam bentuk lembaran yang membentuk periosteum dimana osteoblast terbentuk di dalamnya.

 PERTUMBUHAN DAN REMODELLING TULANG
Pertumbuhan tulang dibagi atas :
1. Pertumbuhan memanjang tulang adalah pertumbuhan interstisial tidak dapat terjadi di dalam tulang oleh karena itu terjadi melalui proses osifikasi endokondral pada tulang rawan.ada dua lokasi pertumbuhan tulang rawan pada tulang panjang yaitu :
a. Tulang rawan artikuler
Pertumbuhan tulang panjang terjadi pada daerah tulang rawan artikuler dan merupakan tempat satu-satunya bagi tulang untuk bertumbuh pada daerah epyphisis.pada tulang pendek pertumbuhan tulang dapat terjadi pada seluruh daerah tulang.
b. Tulang rawan lempeng epyphisis
Tulang rawan lempeng epyphisis memberikan kemungkinan metaphisis dan dhyaphisis untuk bertumbuh memanjang pada daerah pertumbuhan ini terjadi keseimbangan antara dua proses:
- Proses pertumbuhan
- Proses kalsifikasi
2. Pertumbuhan melebar tulang terjadi akibat pertumbuhan aposisi osteoblast pada lapisan dalam periosteum dan merupakan suatu jenis osifikasi intra membran.
3. Remodelling tulang
Selama pertumbuhan memanjang tulang daerah methaphisis mengalami remodelling dan pada saat yang bersamaan ephypisis menjauhi batang tulang secara progresif. Proses remodelling tulang berlangsung sepanjang hidup dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan negatif,remodelling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur.
Komposisi Tulang
Penyusun utama tulang sesungguhnya adalah mineral tulang yang mengandung kalsium (Ca) & fosfor (P), dan protein yang disebut kolagen. Struktur tulang mirip beton untuk bangunan atau jembatan. Komponen kalsium dan fosfor membuat tulang keras dan kaku mirip semen, sedang serat-serat kolagen membuat tulang mirip kawat baja pada tembok. Tulang adalah jaringan hidup yang harus terus diperbaharui untuk menjaga kekuatannya. Tulang yang tua selalu dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Bila proses ini, yang terjadi di permukaan tulang (peremajaan tulang) tidak terjadi, rangka kita akan rusak karena keletihan ketika kita masih muda. Ada 2 jenis sel utama dalam tulang, yakni osteokiast (yang merusak tulang) dan osteoblast (yang membentuk tulang baru). Kedua sel ini dibentuk dalam sumsung tulang.
KALSIUM
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia. Kira-kira 99% kalsium terdapat di dalam jaringan keras yaitu pada tulang dan gigi. 1% kalsium terdapat pada darah, dan jaringan lunak. Tanpa kalsiumyang 1% ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah akan sulit membeku, transmisi saraf terganggu, dan sebagainya. Untuk memenuhi 1% kebutuhan ini, tubuh mengambilnya dari makanan yang dimakan atau dari tulang. Apabila makanan yanag dimakan tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengambilnya dari tulang. Sehingga tulang dapat dikatakan sebagai cadangan kalsium tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama, maka tulang akan mengalami pengeroposan tulang.
Penyerapan dan Pembuangan
Kemampuan absorpsi (penyerapan) kalsium lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua. Absorpsi pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan pada semua golongan usia. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi absorbsi kalsium, di antaranya kelarutan kalsium dalam air dan jenis makanan yang dimakan bersama dengan kalsium. Makanan tertentu menyebabkan pengendapan kalsium sehingga kalsium menjadi sulit diabsorpsi. Kalsiumyang tidak diabsorpsi akan dikeluarkan dari tubuh. Pengeluaran ini melalui lapisan kulit, kuku, rambut, keringat, urine dan feses.
Faktor-faktor yang meningkatkan Absorpsi Kalsium
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan absorpsi kalsium adalah:
1. Tingkat kebutuhan
Peningkatan kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, masa kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium.
2. VitaminD
Vitamin D merangsang absorpsi kalsium melalui langkah-langkah kompleks. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat kalsium
3. Asam kiorida
Asam Kionida yang dikeluarkan oleh lambung membantu absorpsi kalsium dengan cara menurunkan pH di bagian atas usus halus.
4. Makanan yang mengandung lemak.
Lemak meningkatkan waktu transit makanan melalui saluran cerna, dengan demikian memberikan waktu lebih banyak untuk absorpsi kalsium.
Faktor-faktor yang menghambat absorbsi kaslium
1. Kekurangan vitamin D bentuk aktif
2. Makanan yang mengandung asam oksalat seperti bayam dan sayuran lain
3. Makanan tinggi serat karena mempercepat waktu transit makanan di dalam saluran cerna.
Pengendalian Kalsium dalam Darah
Yang mengatur kadar kalsium dalam darah adalah hormon Paratiroid, tirokalsitonin dan kelenjar tiroid dan vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium darah dengan cara sebagai berikut:
a. Vitamin D merangsang absorpsi kalsium oleh saluran cema
b. Vitamin D dan horinon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dan tulang ke dalam darah.
c. Vitamin D dan hormon paratiroid menunjang reabsorpsi kalsium di dalam ginjal.
Fungsi Kalsium
- Membentuk serta mempertahankan tulang dan gigi yang sehat
- Mencegah osteoporosis
- Membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan lukao Menghantarkan signal ke dalam sel-sel saraf
- Mengatur kontraksi otot
- Membantu transport ion melalui membran
- Sebagai komponen penting dalam produksi hormon dan enzim yang mengatur proses pencemaan, energi dan metabolisme lemak
B. MYOLOGI UMUM
• Jenis otot,terdiri:
 Otot polos (=otot visceral)
 Otot jantung
 Otot skelet
• Otot skelet
 Berasal dari 2 sumber/asal:
 somatic→otot-otot extremitas + truncus→nn.spinales
otot-otot extraocular +lingua → n.cranialis III,IV,VI, XII
 Branchiogenic → otot-otot facialis,mastikasi,pharynx+larynx → N.V,VII,IX,X,XI
 Semua otot melekat pada skelet → 43% BB
• Struktur otot
 Struktur dasar = MYOFILAMENT→MYOFIBRIL → OTOT
 Dibungkus endomysium,perimysium,epimysium
• Perlekatan otot
 Pada tulang,fascia,ligamentum,otot lain,subcutan
 Perantara perlekatan → TENDO atau APONEUROSIS
 ORIGO:perlekatan proximal otot → tdk digerakkan
 INSERTIO:perlekatan distal otot → yg digerakkan
 Origo/Insertio → bisa berubah
 Pada tlg origo/insertio → terdpt fibrocartilago
• ALAT/STRUKTUR BANTU OTOT
 BURSA MUCOSA (=Bursa Synovialis)
• Bentuk kantong,isi cairan spt gel (=synovia)
• Menurut letaknya → bursa subtedinea,Subtanea,articular
 VAGINA TENDINEUM (=Synovial Sheath)
• Bentuk tabung,isi cairan spt gel
• Terutama pd area yg sempit yg banyak terdpt tendo otot
• Bungkus tendo

3. FASCIA
 Suatu jaringan ikat → di profunda kulit
 Terdiri:
 FASCIA SUPERFICIALIS
 Lamina superficialis →jar areolar + jar lemak
 Lamina profunda → jar ikat padat
 FASCIA PROFUNDA
 Langsung bungkus otot
 Seluruh tubuh →ditutupi /dibungkus FASCIA
 semua fascia berhubungan
 ada perlekatan pd tempat tertentu
 Fungsi: bungkus,proteksi,fiksasi otot+bantu sirkulasi
4. OSSA SESAMOIDEA
 Terdapat pd tempat:
 Tendo dpt tekanan
 Peranan mengungkit
5. CORPORA ADIPOSA
 Jaringan lemak antara otot
 Fungsi proteksi, cegah gesekan
• Vascularisasi, Innervasi, System lymphe
 Pembuluh darah utama dan saraf → masuk pd otot dr tempat yg tetap
 Bisa bbp pembuluh darah → otot
 Terdapat anastomose atau tidak ada
 System lymphe → ikut pembuluh darah
• Innervasi Otot
 Sensoris (otot + tendo)
 Proprioseptif (otot + tendo)
 Motoris (otot)
 Symphatis (pembuluh darah)
 Innervasi otot terbanyak “multisegmental”
• Pembuluh darah + saraf umumnya masuk pada 1/3 area dekat origo

• FUNGSI OTOT
 Pergerakan (gerak aktif)
 Beri “bentuk” pd tubuh
 Proteksi
• PERANAN OTOT pada gerakan
 Prime mover (agonist)
 Antagonist
 Synergist
 Fixator

CAPUT OTOT
 Otot-otot pada Caput terdiri kelompok :
1. Otot-otot Mimik (=Mm. FACIEI)
2. Otot-otot Pengunyah (=Mm. MASTICATORII)
 Mm. FACIEI (=otot-otot mimik)
1. Terletak pd wajah (Ventral Viscerocranium), kecuali m. occipitalis
2. Fungsi → mengatur EKSPRESI WAJAH
3. Innervasi → N. FACIALIS (=N.Cranialis VII)
4. Berkelompok sekitar Mata, Hidung, Mulut dan Telinga (kecuali M. Occipitalis → di craniodorsal occipitale)
 Mm. FACIEI, terdiri
1. M. Frontalis
2. M. Orbicularis Oculi
3. M. Corrugator Supercilii
4. M. Procerus
5. M. Nasalis
6. M. Depresor Septi Nasi
7. M. Orbicularis Oris
8. M. Buccinator/Buccalis
9. M. Quadratus Labii Sup (= Levator Labii Oris)
10. M. Risorius
11. M. Zygomaticus (Major)
12. M. Levator Anguli Oris
13. M. Quadratus Labii Inf (=Depressor Labii Oris)
14. M. Depressor Anguli Oris
15. M. Mentalis
16. Platysma Myodes (Sbgn besar di Collum)

 PERANAN Mm. MASTICATORII
o M. MASSETER : Retractio + terutama Elevatio
o M. TEMPORALIS : Retractio + terutama Elevatio
o M. PTERYGOIDEUS MEDIALIS/INTERNUS : Protractio + side to side movement + terutama Depresio
o M. PTERYGOIDEUS LATERALIS/EXTERNA : Protractio + side to side + terutama Elevatio

COLLUMN OTOT
 Terdiri dari kelompok
o Otot-otot Postvertebralis
o Otot-otot Prevertebralis
o Otot-otot Colli ANTEROLATERALIS
 OTOT-OTOT POSTVERTEBRALIS
1. M. Trapezius → innervasi N.XI (dibahas pd Ext.Sup)
2. M. Levator Scapulae → dibahas pada Extremitas Sup.
3. M. Erector Trunci Regio Cervicalis → dibahas pada Truncus

 OTOT-OTOT PREVERTEBRALIS
1. Mm. Scaleni → Ant, Medius, Post
2. Mm. Longi → Capitis, Cervicis
3. Mm. Recti Capitis → Ant, Lateralis

 OTOT-OTOT COLLI ANTEROLATERALIS
1. PLATYSMA MYODES → Innervasi N. VII
2. M. Sternocleidomastoideus → Innervasi N. XI
3. Mm. Suprahyoidei
 M. Digastricus (Venter Ant + Post ) → Innerv. N.V3 + N.VII
 M. Stylohyoideus → Innerv. N. VII
 M. Mylohyoideus → Innerv. N. V3
 M. Geniohyoideus → Innerv. N.C1 (via N.XII)
4. Mm. Infrahyoidei
 M. Sternohyoideus
 M. Sternothyroideus
 M. Thyreohyoideus
 M. Omohyoideus (venter Sup + Inf)
 Innervasi dari Ansa Hypoglossi cervicalis, kecuali M. Thyreohyoideus → N. C1 (via N. XII)
 Otot-Otot Colli Anterolateralis, membentuk :
1. TRIGONUM SUBMENTALE (Os Hyoid – m. digastr. v.ant)
2. TRIGONUM SUBMANDIBULARE (m.digast.v.ant + post – Ramus Mandibulae)
3. TRIGONUM CAROTICUM (m.st.cl.mast – m.omo.v.sup – m.digst.v.post)
4. TRIGONUM MUSCULARE (m.omo v.sup – m.st.cl.mast – linea mediana)
5. TRIGONUM COLLI POSTERIOR (m.st.cl.mast – m.trap – clavicula)
 FASCIA COLLI
1. Membungkus otot-otot pada collum
2. Terdiri 3 lapisan :
 Fascia Colli Superficialis
 Fascia Colli Media – btK fascia pretrachealis
 Fascia Colli Profunda/Prevertebralis

TRUNCUS OTOT
 Kelompok Otot-otot TRUNCUS
1. Otot - otot Postvertebralis
2. Otot – otot Prevertebralis
3. Otot – otot Suboccipitalis
4. Otot – otot Dinding Thorax
5. Otot – otot Dinding Abdomen
6. Otot – otot Dinding Pelvis
7. Otot – otot Perineum.

 Otot-otot POSTVERTEBRALIS, terdiri :
A. Kelompok Extrinsic
- Otot-otot yang mempunyai origo/ insertio pada col. Verteb. ke struktur di luar col. Vertb.
- Membentuk lapisan Superficial + Intermedia post vertebralis
- Superficialis : - M.Trapezius
- M. Latissimus Dorsi
- M. Levator Scapulae
- M. Levator Costae
- Mm. Rhomboidei (major + minor)
- Intermedia : - M. Serratus Post-Sup
- M. Serratus Post-Inf
B. Kelompok Intrinsic (=M.Erector Trunci)
o Otot-otot yang mempunyai origo/ insertio pada col. Verteb. Saja.
o Merupakan otot lapisan profunda
o Terdiri otot kelompok membentuk KOLOM:

 LATERALE
- Mm. SPLENII (Capitis, Cervicis)
- Mm. ILIOCOSTALES (Cervicis, Thoracis, Lumborum)
- Mm. LONGISSIMI (Capitis, Cervicis, Dorsi)
 MEDIALE
- Mm. SPINALES (Capitis, Cervicis, Thoracis)
- Mm. SEMISPINALESI (Capitis, Cervicis, Thoracis)
- M. MULTIFIDUS
- Mm. ROTATORES
- Mm. INTERTRANSVERSARII

o Mm. Iliocostales + Longissimus + Spinales → M. ERECTOR TRUNCI (= M. Sacrospinalis)
o Diinervasi R. Post. N. Spinalis
o Otot-otot M. Erector Trunci dibungkus FASCIA THORACO LUMBALIS
(= Fascia Lumbodorsalis
 Otot-otot PREVERTEBRALIS
- Mm. Longi (capitis + cervicis)
- Mm. Recti (Ant + Lat)
- Mm. Scaleni (Ant, Med, Post)
- Mm. Quadratus Lumborum
- Mm. Psoas (Major + Minor)

 Otot-otot SUBOCCIPITALIS
- Mm. Recti Capitis Post (Major + Minor)
- Mm. Obliquus capitis (Sup + Inf)
- Terdapat trigonum Suboccipitale dibatasi oleh
M.Rectus Capitis Post Major + M.Obliquus Capitis Sup + Inf
 Otot-otot Dinding Thorax, terdiri :
- Lapisan Superficialis
- M. Pectoralis (Major + Minor)
- M. Rectus Abdominis
- M. Obliquus Abd. Ext
- M. Latissimus Dorsi
- M. Levator Scapulae
- M. Serratus Ant
- Mm. Serratus Post (Sup + Inf)
- Lapisan Intermedia
- M. Intercostalis (Ext, Int, Intima)
- Lapisan Profunda
- M. Subcostalis
- M. Transversus Thoracis
- Pada dinding ventral thorax → Fascia Pectoralis Superficialis
 Otot-otot Dinding ABDOMEN
o Kelompok Anterolateralis
- M. Rectus Abdominis
- M. Obliquus Abd. Ext
- M. Obliquus Abd. Int
- M. Transversus ABD
- M. Pyramidalis
o Kelompok Posterior
- M. Iliacus
- M. Psoas (Major + Minor)
- M. Quadratus Lumborum

 Otot-otot Dinding ABDOMEN, (Lanjutan)
o Terdapat fascia pada dinding Anterolateral Abdomen
- Fascia Camperi (superficial)
- Fascia Scarpae
- Fascia Transversa Abd (profunda)
o Peranan otot dinding abdomen
- Otot Anterolateral : - proteksi visceroabdominis
- atur tekanan intraabdominal
- bantu expirasi
- ante + lateroflex col. Vert. lumbalis
- Otot Posterior : - proteksi visceroabdominis
- ante + lateroflex col. Vert. lumbalis
o M. Rectus Abdominis dibungkus VAGINA TENDINEUM

• Otot – otot EXT.SUP, dikelompokkan :
- Otot – otot Cingulum Extremitas Sup (CES)
- Otot – otot Brachium
- Otot – otot Antebrachium
- Otot – otot Manus

• Otot – otot CES, terdiri dari :
- Skeleton Axiale :
 M. Trapezius (pars Desc, Transv, Asc)
 Mm. Rhomboidei (Major + Minor)
 M. Levator Scapulae
 M. Serratus Anterior
 M. Pectoralis Minor
 M. Subclavius
 M.Pectoralis Major (pars st.cost,clav,abd)
 M. Latissimus Dorsi

• Otot – otot CES, terdiri dari :
- Skeleton Axiale :
- M. Deltoideus
- M. Supra + Infraspinatus
- M. Teres Major + Minor
- M. Subscapularis
- M. coracobrachialis
FOSSA AXILLARIS :
-Rongga disisi medial pangkal Brachium thd Ddg Thorax
- Bentuk piramida
- Dibentuk / batas-batasnya :
- Ant : m.pect.major + minor, m.subclav, fascia clavipectorale
- Post : m.subscapularis + m.teres major, m.lat.dorsi
- Med : costa II – VI + m. serratus ant
- Lat : collum chirurgicum humerus
- Apex : antara costa I, scapula, clavicula
- Basis: fascia axillaris + kulit

• Otot – otot BRACHIUM
- Terdiri dari :
- M.Triceps Brachii
- M. Biceps Brachii
- M. Brachialis
- M. Coracobrachialis
- M. Deltoideus
- Dibungkus FASCIA BRACHIALIS
- Fascia Brachialis → ½ caudal melekat pada corpus humerus → SEPTUM INTERMUSCULARE LAT +MED

• Otot – otot ANTEBRACHIUM, terdiri dari
o Kelompok Ventral
 Superficialis
- M.BRACHIORADIALIS
- M.PRONATOR TERES
- M.FLEXOR CARPI RADIALIS
- M.FLEXOR CARPI ULNARIS
- M.PALMARIS LONGUS
- M.FLEXOR DIGITORIUM SUBLIMIS (SUPERFICIALIS)
 Profundus
- M.FLEXOR DIGITORIUM PROFUNDUS
- M.FLEXOR POLLICIS LONGUS
- M.PRONATOR QUADRATUS
o Kelompok Dorsal
 Superficialis
- M.EXT.CARPI RADIALIS
- M.EXT.CARPI RADIALIS BREVIS
- M.EXT.DIGITORIUM COMMUNIS
- M.EXT. DIGITI MINIMI (Quinti Proprius)
- M.EXT.CARPI ULNARIS
- M.ANCONEUS
 Profundus
- M.SUPINATOR
- M.ABD.POLLICIS LONGUS
- M.EXT.POLLICIS LONGUS
- M.EXT.POLLICIS BREVIS
- M.EXT. INDICIS PROPRIUS
o Otot-otot Antebrachium dibungkus FASCIA ANTEBRACHII
o FOSSA CUBITI
 Diventral art. Cubiti, btk segitiga
 Med : m.pronator teres
 Lat : m.brachioradialis
 Dasar : m.brachialis + m.supinator
 Atap : Fascia antebrachii + kulit
 Basis : Garis antar epicondylus humeri
o Tabatiere Anatomicum (Anatomical Snuffbox / Foveola Radialis)
-Lekuk segitiga, dorsocaudal proc.styloideus radii
-med : tendo m. ext.poll.longus
-Lat : tendo m.ext.poll.brevis + m.abd.poll.long
-dasar : os scaphoideum + os trapezium
o LIG. CARPIDORSALE (=Retinaculum Extenisorum)
- Terdapat pada dorsal ulna + radius distal
- Menutupi tendo otot-otot dorsal/extensor (dari lateral/radial → medial/ulnar) :
• M.abd.poll.longus + m.ext.poll.brevis
• M.ext.carpi radialis longus +brevis
• M.ext.poll.longus
• M.ext.digit.comm. + m.ext.indicis
• M.ext.digiti minimi
• M.ext.carpi ulnaris
o VAGINA TENDINEUM
Otot-otot antebrachium di atas melewati Radiocarpea ke manus → dibungkus oleh Vagina tendineum

EXTREMITAS SUPERIOR – OTOT
 Otot-otot MANUS, td kelompok :
o Otot-otot THENAR(radial)
- M.ABD.POLLICIS BREVIS
- M.ADDUCTOR POLLICIS
- M.FLEXOR POLLICIS BREVIS
- M.OPPONENS POLLICIS
 Otot-otot HYPOTHENAR(ulnar)
o M.ABD.DIGITI QUINTI
o M.PALMARIS BREVIS
o M.FLEXOR DIGITI QUINTI BREVIS (=M.Flexor Digiti Minimi)
o M. OPPONENS DIGITI QUINTI
 Otot-otot INTERMEDIA/PROFUNDUS
o MM. LUMBRICALES (4)
o MM. INTEROSSEI VOLARES (4)
o MM. INTEROSSEI DORSALES (4)
 Otot-otot MANUS (lanjutan)
Pada Manus, terdapat :
o FASCIA MANUS → yg membungkus MANUS
o APONEUROSIS PALMARIS → penebalan fascia manus pada volar manus
o LIG. CARPI TRANSVERSARUM (=RETINACULUM FLEXORUM)
- Membentuk CANALIS CARPII bersama sulcus carpii
- Dilewati Vagina tendineum otot-otot flexor antebrachium
 M.flexor carpi radialis
 M.flexor poll. Longus
 M. flexor digit sublimis
 M.flexor digit profundus
 Dan N.MEDIANUS

EXTREMITAS INFERIOR-OTOT
 Otot-otot EXT.INF dikelompokkan :
o Otot-otot GLUTEA
o Otot-otot FEMORIS
o Otot-otot CRURALIS
o Otot-otot PEDIS
 Otot-otot Glutea
o Terdiri dari
 M. GLUTEUS MAXIMUS
 M. GLUTEUS MEDIUS
 M. GLUTEUS MINIMUS
 M. GEMELLUS SUP
 M. GEMELLUS INF
o Semua otot Glutea kecil → kecuali M. GLUTEUS MAX
o Mm. Gemelli Sup + Inf dan M. Obt.Int → M. TRICEPS COXAE (insertio Fossa Trochanterica)
o M. TRICEPS COXAE → Rotator Utama (exorotasi) art. Coxae
o M. Piriformis lewat For. Ischiadicum majus → btk FORAMEN SUPRA dan INFRAPIRIFORMIS
o Otot-otot Glutea → dibungkus FASCIA GLUTEA
 Otot-otot Femoris
o Kelompok Anterior
 M. PSOAS MAJOR
 M. PSOAS MINOR
 M. ILIACUS
 M. PECTINEUS
 M. OBTURATOR EXTERNUS
 M. SARTORIUS
 M. RECTUS FEMORIS
 M. VASTUS LATERALIS
 M. VASTUS MEDIALIS
 M. VASTUS INTERMEDIUS
 Kelompok Medial
o M. GRACILIS
o M. ADDUCTOR LONGUS
o M. ADDUCTOR BREVIS
o M. ADDUCTOR MAGNUS
 Kelompok Posterior
o M. BICEPS FEMORIS
o M. SEMITENDINOSUS
o M. SEMIMEMBRANOSUS
 Otot-otot Femoris (lanjutan)
o M. Rectus Femoris + Mm. Vasti → M. QUADRICEPS FEMORIS (insertio pd Tuberositas Tibiae via Lig Patellae)
o M. Semitendinosus + M. Semimembranosus + M. Biceps Femoris cap.long + M. Add.magnus cap. Tuberalis → OTOT HAMSTRING
o Di Ventromedial, otot-otot Femoris Anterior + Medialis, membtk :
- FOSSA ILIOPECTINEA → cekungan pd dasar Trigonum Femorale, dibtk m.iliopsoas + m.pectineus + m.add.longus, atapnya fascia lata
- TRIGONUM FEMORALE → area segi-3, dibentuk m. sartorius + m.add. Longus + lig. Inguinale
- CANALIS ADDUCTORIUS → saluran hubungkan Fossa iliopectinea ke Fossa Poplitea
Dibentuk m. vast. Med + m.add.longus + m.add.magnus + m.sartorius + membrana vastoadductoria
o Otot-otot Femoris dibungkus FASCIA LATA
 Otot-otot Cruralis
o Kelompok Anterior
- M. TIBIALIS
- M. EXT. DIGITORUM LONGUS
- M. EXT HALLUCIS LONGUS
- M. PERONEUS TERTIUS
o Kelompok Lateral
- M. PERONEUS LONGUS
- M. PERONEUS BREVIS
o Kelompok Posterior
 Superficialis
- M. GASTROCNEMIUS
- M. PLANTARIS
- M. SOLEUS
 Profunda
- M. FLEX. DIGIT LONGUS
- M. FLEXOR HALLUCIS LONGUS
- M. TIBIALIS POSTERIOR
- M. POPLITEUS
- Otot-otot Cruralis (lanjutan)
- Otot-otot cruralis dibungkus FASCIA CRURIS
- SEPTUM INTERMUSCULARE ANT + POST
- Memisahkan otot-otot tsb
- Dibentuk dari Fascia Cruris
- Terbentuk 4 KOMPARTEMEN
- M. Soleus + M. Gastrocnemius (2 caput) → M. TRICEPS SURAE
- Tendo ACHILLES dibentuk dari M. Soleus + M. Gastrocnemius + M. Plantaris
- FOSSA POPLITEA
- Terletak dorsal art. Genu, berbtk segi-4
- Dibentuk m. biceps femoris + m. gastrocnemius +m. plantaris + m. semitendinosus + m. semimembranosus
- Dasarnya → planum popliteum + m. popliteus
- Atapnya → Fascia Cruris
o Pada medial pergelangan kaki (Regio malleolaris) → ada RETINACULUM FLEXORUM (=lig. Laciniatum)
Fiksasi Vagina tendineum dari tendo otot-otot m. Tibialis Post + m.fl.dig.longus + m.fl.Hall.Longus, serta AV. Tibialis Posterior + N. Tibialis
o Terdapat pula RETINACULUM EXTENSORUM SUPERIOR (=lig. Transversum Cruris) → pd ventrocranial art. Talocruralis
Fiksasi Vagina Tendineum dari tendo otot-otot m. peroneus tertius + m. ext.dig. Longus + m. ext. hallucis longus + m. tibialis ant.

 Otot-otot Pedis
o Terdiri otot-otot EXTRINSIC + INSTRINSIC Pedis
o Otot Extrinsic yi otot-otot Cruris yg terdpt/insertio pada pedis
o Otot Intrinsic → otot yg berada (origo + insertio) hanya pada Pedis
o Dibungkus oleh FASCIA PEDIS
o Pada plantapedis → terdapat Aponeurosis Plantaris
Otot-otot Intrinsic, terbagi :
o Kelompok Medial :
- M. ABDUCTOR HALLUCIS
- M. FLEXOR HALLUCIS BREVIS
- M. ADDUCTOR HALLUCIS
o Kelompok Intermedia :
- M. DIGIT. BREVIS
- Mm. LUMBRICALES (4)
- M. QUADRATUS PLANTAE
- Mm. INTEROSSEI PLANTARIS (3)
- Mm. INTEROSSEI DORSALIS (4)
o Kelompok Lateral :
- M. ABD. DIGITI MINIMI
- M. FL.DIGITI MINIMI BREVIS
- M. OPPENENS DIGITI QUINTI
 Otot-otot Pedis (lanjutan)
Terdapat Retinaculum :
 RETINACULUM EXTENSORUM INF (=lig. Cruciatum cruris)
 Pada pangkal dorsum pedis
 Fiksasi Vag. Tend. Dari tendo otot-otot m. peroneus tertius, m.ext.digit.longus, m.ext.hallucis longus, m.tibialis ant
o RETINACULUM MUSCULI PERONEORUM
- di lateral dorsum pedis
- fiksasi vag. Tend. Dari tendo otot-otot m. peroneus longus + m. peroneus brevis

C.ARTHOLOGY UMUM
Atas dasar struktur dan fungsi articulus dibagi menjadi :
I. SYNARTHOSIS
1. SYNDESMOSIS,jaringan penghubung adalah jaringan ikat.
a. Sutura
b. Schindylisis
c. Gomphosis
d. Syndesmosis elastic
e. Syndhesmosis fibrosa
2. SYNCHONDROSIS,jaringan penghubung dan diaphyse sebelum penulangan selesai atau synphisis oseum pubis dan usia dewasa.
3. SYNOSTOSIS,jaringan penghubung adalah tulang.

II. DYARTHOSIS
1. AMPHIARTHROSIS, kemungkinan gerak sedikit sekali
2. ARTICULATIONES, kemungkinan gerak yang luas

III. ARTICULATIO MEMBRI SUPERIOR
1. Articulatio sternoclavicularis
2. Articulatio acromioclavicularis
3. Articulatio humeri
4. Articulatio cubiti
5. Articulatio radio-ulnaris
6. Articulatio Radiocarpalis
7. Articulatio intercarpalis
8. Articulatio carpometacarpalis
9. Articulatio metacarpophalangealis
10. Articulatio interphalangealis

IV. ARTICULATIO MEMBRI INFERIOR
1. Articulatio coxae
2. Articulatio Genus
3. Articulatio tibiofibularis
4. Articulatio talocruralis
5. Articulatio talocalcanea
6. Midtarsal joint
7. Persendian intertarsal lainnya
8. Articulatio metatarshophalangealis

V. ARTICULATIO VERTEBRALIS
1. Articulatio intervertebralius
2. Juncture costovertebralis







2. Faktor Predisposisi dan Presipitasi pada abnormalitas Sistem Muskuloskeletal
a. Faktor presipitasi
Merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya trauma/keabnormalan pada sistem muskuloskeletal, misalnya :
• Kondisi Umum
1. Usia dan jenis kelamin
Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan degenarasi pada semua sendi, termasuk artikulasi yang membentuk sendi bahu (glenohumeris, sternoklavikularis, akromioklavikularis yang menyebabkan sindrom nyeri bahu.
Wanita pascamonpouse dapat kehilangan tinggi 2,5-15 cm (1-6 inci) akibat kolaps vertebra.
Wanira usia 75 tahun telah kehilangan 25% tulang kortikalnya dan 40% tulang klabekularnya
Wanita kurang dari 50 tahun lebih sering mengalami nyeri linu yang disebabkan karena nyeri tekan pada pergelangan tangan pada penyakit ganglion.
Efek dari Ketuaan dan Disuse Terhadap Tubuh
Sistem Otot
Hampir tidak mungkin dibedakan efek dari ketuaan dengan disuse pada tubuh manusia karena keduanya saling berkaitan. Pada umumnya, seseorang yang mulai tua akan berefek pada menurunnya aktivitas. Penurunan aktivitas akan menyebabkan kelemahan serta atropi dan mengakibatkan kesulitan untuk mempertahankan serta menyelesaikan suatu aktivitas. Selain itu, berbagai kondisi medis yang lebih prevalen di saat usia lanjut cenderung akan menghambat aktivitas rutin pada individu tersebut.
Perubahan yang jelas pada sistem otot saat usia lanjut adalah
 berkurangnya massa otot, terutama mengenai serabut otot tipe II
 Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atropi. Namun demikian, kehilangan dari serabut otot juga dijumpai. Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang.
 Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan kontraksi akan melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak.
Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih disebabkan oleh disuse. Seseorang yang selalu aktif sepanjang umurnya, cenderung lebih dapat mempertahankan massa otot, kekuatan otot, dan koordinasi dibanding dengan mereka yang pola hidupnya santai (sedentary). Tetapi, harus diingat bahwa latihan/olah raga yang sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara sempuma proses penurunan massa otot6. Individu yang berpola hidup santai dapat memperoleh kembali massa otot, kekuatan, dan ketahanan tubuhnya setelah terlibat pola latihan yang rutin walau pada usia yang lanjut. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa program latihan dan olah raga dapat mencegah penurunan massa otot, bahkan mengembalikannya, tetapi pada kenyataannya tidak semua program tersebut berhasil. Penjelasan yang akurat mengenai keadaan tersebut belum dapat diterangkan dan tidak diketahui. Beberapa hipotesa menjelaskan bahwa efek kumulatif dari diet, kafein, merokok, dan alkohol dapat mempengaruhi proses perubahan sistem otot. Faktor lain seperti sistem endokrin dan perubahan pada susunan saraf pusat juga memegang peranan penting.
Sistem Tulang
Pada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem otot, proses penurunan massa tulang ini sebagian disebabkan oleh usia dan disuse. Dengan menambah aktivitas tubuh, dapat memperlambat proses kehilangan massa tulang, bahkan mengembalikannya secara temporer. Tetapi, tidak terdapat bukti nyata bahwa aktivitas yang intensif dapat mencegah secara sempurna kehilangan massa tulang tersebut. Latihan yang teratur hanya dapat memperlambat laju kehilangan massa tulang. Dengan demikian, hanya mereka yang mampu hidup pada usia yang sangat lanjut yang mungkin akan menderita berbagai komplikasi dari hilangnya massa tulang seperti osteoporosis dan fraktur.
Jaringan Ikat
Kelenturan merupakan salah satu komponen dari kebugaran. Jaringan ikat yang tidak fleksibel lebih mudah timbul trauma. Pada manusia usia lanjut, dijumpai kehilangan sifat elastisitas dari jaringan ikat. Proses disuse dapat menyebabkan pengerutan dari jaringan ikat sehingga kurang mampu mengakomodasikan berbagai pergerakan. Karena menjadi tidak fleksibel maka kelompok usia lanjut ini kurang dapat mentoleransi berbagai pergerakan yang berpotensi membawa kecelakaan dan lebih mudah terjatuh. Pada manusia berusia muda, diperkirakan kelenturan, kekuatan otot, dan koordinasi merupakan bufer dari kemungkinan trauma, tetapi bufer ini jelas berkurang, bahkan hilang pada kaum usia lanjut.
Sistem Persarafan
Selain dijumpai penurunan fungsi muskuloskeletal pada usia lanjut, sistem persarafan terutama kendali saraf juga mulai kurang berfungsi dengan baik dan bahkan hilang. Proses ketuaan akan menyebabkan hilangnya sel-sel otak secara perlahan. Ini bermanifestasi pada penurunan gerakan motorik halus dan koordinasi. Selain itu, juga ditemukan penurunan kecepatan konduksi saraf, pemanjangan waktu reaksi, perlambatan pengolahan data oleh sistem saraf pusat, dan penurunan fungsi propiosepsi serta keseimbangan. Disuse dapat mengeksaserbasi proses ini walau bukan merupakan satu-satunya penyebab penurunan fungsi saraf.
2. Obesitas
Seseorang yang obesitas tidak sering memakai otot-otot abdominal dan toraksnya dalam melakukan aktivitas mengangkat beban sehingga melemahkan struktur pendukung tulang belakang yang dapat menyebabkan nyeri punggung.
3. Olahraga tertentu (tenis, melempar bola, mendayung) dan kecelakaan
Aktivitas pronasi dan supinasi lengan bawah yang berlebihan dapat berakibat kerusakan tendo epikondiluas ulnaris dan radial lateral atau medial.
Atlet rekreasional dapat mendorong dirinya sendirinya diluar batas kondisis fisiknya dan dapat terjadi cedera olahraga.
Dislokasi terjadi pada olahraga melempar atau angkat berat.
Frakrus stress terjadi pada trauma tulang berulang pada semua aktivtas berjalan, senam, basket, aerobik.
4. Kerusakan Saraf
Pergelangan tangan yang tergencet oleh pembungkus tendon fleksor yang mengalami penebalan, terkaitnya tulang, edema atau massa jaringan lunak.
5. Gen
Kecenderungan dominan autosom yang ditirunkan misalnya pada kontraktur dupuytren yaitu terjadinya ekstensi jari manis
6. Ras
Wanita Afrika-Amerika memiliki massa tulang lebih besar daripada wanita Kauksia. Wanita Afrika-Amerika lebih tidak rentan terhadap osteoporosis. Wanita Kauksia tang tidak gemuk dan berkerangka kecil mempunyai resiko tertinggi untuk osteoporosis
7. Sosial Ekonomi
Akibat kemiskinan sering terjadi malnutrisi (kekurangan vitamin D sering berhubungan dengan asupan kalsium yang jelek yang bisa menyebabkan kekurangan mineral pada tulang.
8. Kurang pengetahuan mengenai nutrisi
9. Lingkungan
Keamanan lingkunagan rumah untuk mencegah jatuh dan menurunkan insidensi fraktur
10. Infeksi
Trauma sebelumnya, peradangan yang menyertai dan menurunnya kekebalan penderita mempengaruhi terjadinya infeksi.
• Kondisi Patologik
Ada beberapa kondisi penyakit atau gangguan metabolik lain yang dapat menimbulkan trauma pada sistem muskuloskeletal itu sendiri, misalnya :
1. Penyakit sistemik
Gagal ginjal berat mengakibatkan asidosis. Kalsium yang tersedia dipergunakan untuk menetralkan asidosis, dan hormon patratiroid terus menyebabkan pelepasan kalsium dari kalsium skelet sebagai usaha untukmengembalikan pH fisiologis. Selama pelepasan kalsium skelet terus menerus ini, terjadi fibrosis tulang dan kista tulang.
Glomerulonefritis kronik, uropati obstruksi dan keracunan logam berat mengakibatkan berkurangnya kadar fosfat serum dan demineralisasi tulang
2. Osteoporosis yang merupakan gangguan tulang metabolik, dimana terjadi perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh, dan mudah patah/tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trochanter, dan fraktur tulang colles pada pergelangan tangan. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.
3. Osteomalasia pada dewasa dan rikets pada anak yang juga penyakit tulang metabolik yang ditandai dengan tidak memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa osteomalasia bersifat kronik dan deformitas skeletalnya tidak separah pada anak karena pertumbuhan telah selesai. Pada pasien in, sejumlah besar osteoid atau remodeling tulang baru tidak mengalami kalsifikasi. Diperkirakan bahwa defek primernya adalah kekurangan vitamin D aktif (kalsitrol), yang memacu absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal dan memfasilitasi mineralisasi tulang. Pasokan kalsium dan fosfat dalam cairan ekstrasel rendah. Tanpa vitamin D yang mencukupi, kalsium dan fosfat tidak dapat dimasukkan ke tempat kalsifikasi tulang. Sebagai akibat kegagalan mineralisasi, terjadilah perlunakan dan perlemahan kerangka tubuh, menyebabkan nyeri, nyeri tekan, pelengkungan tulang, dan fraktur patologis.
4. Adanya penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi misalnya artritis reumatoid dan osteoartritis dapat meningkatkan terjadinya dislokasi sendi.
b. Faktor perdisposisi
Selain faktor presipitasi yang ikut meningkatkan resiko terjadinya trauma pada sistem muskuloskeletal, ada pula faktor predisposisi yang dapat menjadi penyebab utama timbulnya trauma misalnya saja faktor predisposisi dari kasus pada modul ini adalah akibat terjatuh di kamar mandi. Jatuh dapat mengakibatkan terjadinya trauma/keabnormalan pada otot, tulang, dan sendi seperti di bawah ini :
• Jatuh dapat menimbulkan Strain/robekan mikroskopis inkomplit dengan perdarahan ke dalam jaringan akibat pergangan berlebihan, kontusio/cedera pada jaringan lunak akibat kekerasan tumpul sehingga banyak pembuluh darah kecil terputus dan mengakibatkan perdarahan ke jaringan lunak(ekimosis,memar) yang merupakan trauma/kerusakan pada Jaringan Otot.
• Jatuh juga dapat menimbulkan Fraktur/patah tulang yang merupakan trauma/kerusakan pada integritas tulang.
• Jatuh juga dapat menimbulkan Dislokasi yang merupakan trauma/kerusakan integritas persendian sehingga terjadi pelepasan tulang dari sendi.
3. Pemeriksaan pada Sistem Muskuloskeletal
A. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan sistem muskuloskeletal berkisar dari pengkajiaan dasar kemampuan fungsional sampai manuver pemeriksaan fisik canggih yang dapat menengakkan diagnosis kelainan khusus tulang,otot,dan sendi.pengkajian keperawatan terutama merupakan evaluasi fungsional. Teknik inspeksi dan palpasi dilaksanakan untuk mengevaluasi integritas tulanng, postur,fungsi sendi,kekuatan otot,cara berjalan dan kemampuan pasien melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pengkajian muskuloskeletal biasanya terintekrasi dengan pemeriksaan fisik rutin. Sistem ini berhubungan erat dengan sistem saraf dan kardiovaskuler, sehingga,pengkajian ketiga sistem tersebut dilakukan secara bersamaan. Dasar pengkajian adalah perbandingan simetrisitas bagian tubuh. Kedalaman pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan pemeriksa yang memerlukan eksplorasi lebih jauh.
Bila ada gejala khas atau temuan fisik disfungsi muskuloskeletal yang jelas, temuan pemeriksaan harus didokumentasikan dengan cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter,yang akan menentukan perlunya pemeriksaan dan penegakan diagnosa yang lebih ekstensif.
 Mengkaji skelet tubuh
Skelet tubuh dikaji mengenai adanya deformiatas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat di jumpai. Pemendekan ekstremitas,amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menunjukkan adanya patah tulang bisa teraba krepitus(suara berderik) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan untuk mencegah cedera lebih lanjut.
 Mengkaji tulang belakang
Kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang leher dan pinggung. Deformitas tulang belakang yang sering terjadi yang perlu diperhatikan meliputi Skoliosis ( deviasi kurvatura tulang belakang ), kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada), dan Lordosis ( membebek,kurvatur tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan)kifosis sering dijumpai pada manula dengan osteoporosis dan pada pasien dengan penyakit neuromuskular. Skolosis bisa kongenital,idiopatik (tanpa diketahui penyebabnya),atau akibat kerusakan otot paraspinal,seperti pada penderita poliomielitis. Lordosis biasa dijumpai saat kehamilan karena penderita berusaha menyesuaikan posturnya akibat perubahan pusat gaya beratnya.
Pemeriksaan memeriksa kurvatura tulang belakang dan semetri batang tubuh dari pandangan anterior, posterior dan lateral.berdiri dibelakang pasien,pemeriksaan dapat memperhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan kristailiaka.lipatan bokong normalnya simetri bahu dan panggul,begitu pula kelurusan tulang belakang,diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk kedepan (fleksi) skoliosis ditandai dengan kurvatura lateral abnormal tulang belakang,bahu yang tidak sama tinggi,garis pinggang,yang tidak simetri,dan skapula yang menonjol. Akan lebih jelas akan mengalami kehilangan tinggi badan akibat hilangnya tulang rawan tulang belakang.
 Mengkaji sistem persendian
Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan,deformitas,baik secara aktif (sendi digerakkan oleh oto sekitar sendi)maupun pasif (sendi digerakkan oleh pemeriksa).pengukuran yang tepat terhadap luas gerakan dapat dilakukan dengan goniometri (suatu busur derajat yang dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi). Bila suatu sendi diekstensi maksimal namun masih ada sisa fleksi, maka luas gerakan dikatan terbatas. Luas gerakan yang terbatas bisa disebabkan karena deformitas skeletalnya. Pada lansia keterbatasan gerakan yang berhubungan dengan patologi sendi degeneratif dapat menurunkan kemampuan mereka melakukan aktifitas sehari-hari.
Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau sendi terasa nyeri,maka harus diperiksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi),pembengkakan dan peningkatan suhu yang mencerminkan adanya inflamasi aktif tempat yang paling sering terjadi efusi adalah di lutut. Bila ada sedikit cairan dirongga sendi bawah tempurung lutut,dapat diketahui dengan manuver. Aspek lateral dan medial lutut dalam keadaan ekstensi diurut dengan kuat ke arah bawah. Bila terdapat cairan dalam jumlah banyak tempurung lutut akan terangkat keatas dari femur saat ekstensi lutut,bila dicurigai adanya inflamasi atau cairan dalam sendi,perlu dilakukan konsultasi dengan dokter.
Deformitas sendi bisa disebabkan kontraksi (pemendekan struktur sekitar sendi),dislokasi (lepasnya permukaan sendi),subluksasi (lepasnya sebagian permukaan sendi),atau disrupsi struktur sekitar sendi. Kelemahan atau putusnya struktur penyangga sendi dapat mengakibatkan sendi terlalu lemah untuk berfungsi seperti yang diharapkan,sehingga memerlukan alat penyokong eksternal.
Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai integrasi sendi. Sendi bergerak secara halus,suara gemelatuk dapat menunjukkan adanya ligamen yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata,seperti pada keadaan atritis,mengakibatkan yang tidak rata tersebut saling bergeseran satu sama lain.
Jaringan disekitar sendi diperiksa adanya benjolan,Reumatoid artiritis,gout,dan osteoartritis menimbulkan benjolan yang khas,benjolan dibawah kulit pada reumatoid artritis lunak terdapat didalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi,keterlibatan sendi mempunyai pola yang simetris. Benjolan pada gout keras dan terletak dalam dan tepat di sebelah kapsul sendi itu sendiri,kadang mengalami ruptur,mengeluarkan kristal asam urat putih ke permukaan kulit. Benjolan osteoaritritis keras dan tidak nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang baru akibat dekstruksi permukaan kartigo pada tulang dalam kapsul sendi.biasanya ditemukan pada lansia.
 Mengkaji sistem otot
Sistem otot dikaji dengan memperlihatkan kemampuan mengubah posisi,kekuatan otot dan kordinasi,dan ukuran masing-masing otot,kelemahan otot sekelompok otot menunjukkan berbagai macam kondisi seperti polineuropati, gangguan elektrolit( khususnya kalsium dan kalium)miastenia gravis poliomielitis,dan distrofi otot. Dengan melakukan palpasi otot saat ekstremitas relaks digerakkan secara pasif.paerawat dapat merasakan tonus otot.kekuatan otot dapat perkirakan dengan mengerakkan beberapa tugas dengan atau tanpa tahanan,misalnya bisep dapat diuji dengan meminta pasien untuk meluruskan sepenuhnya lengan dan kemudian memfleksikan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat
Klonus otot( kontraksi rimik otot) dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki atau tangan dengan dorsofleksi kaki mendadak dan kuat atau ekstensi pergelangan tangan. Fasikulasi (kedutan kelompok otot secara involunter),
Lingkar ekstremitas harus dapat diukur untuk mendeteksi pengurangan ukuran akibat atropi. Ekstremitas yang sehat digunakan sebagai standar acuan. Pengukuran dilakukan pada lokasi yang sama pada ekstremitas dan dengan eksremitas pada posisi yang sama dengan otot dalam keadaan istirahat,untuk memudahkan pengkajian berseri,titik pengukuran dapat dilakukan dengan membuat tanda dikulit. Perbedaan ukuran yang lebih besar dari 1 cm dianggap bermakna.
 Mengkaji cara berjalan
Cara berjalan dikaji dengan mmeminta pasien berjalan dari tempat pemeriksa sampai beberapa jauh. Setiap adanya gerakan yang tidak teratur dan ireguler biasanya yang terlihat pada lansia dianggap tidak normal. Bila terlihat pincang,kebanyakan yang disebabkan oleh nyeri akibat menyangga beban tubuh. Pada kasus seperti ini pasien biasanya mampu menunjukkan dengan jelas tempat rasa tidak nyaman,sehingga dapat mengarahkan pemeriksaan selanjutnya,bila salah satu eksremitas lebih pendek dari yang lain ,dapat juga terlihat pincang saat pelvis pasien turun kebawah ke sisi yang terkena setiap saat melangkah. Keterbatasan gerak sendi dapat mempengaruhi cara berjalan. Berbagai kondisi neurologis yang berhungan dengan cara berjalan abnormal (cara berjalan spatik hemiparesis-strok),cara berjalan selangkah-langkah penyakit lower motor neuron,cara berjalan penyakit parkinson.
 Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Perawat harus melakukan inspeksi kulit dan melakukan pengkajian sirkulasi perifer. Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna,suhu dan waktu pengisian kapiler. Adanya luka, memar, perubahan warna kulit tanda penurunan sirkulasi perifer atau insfeksi dapat mempengaruhi penatalaksanaan keperawatan.
B. Pemeriksaan khusus
• Sinar –x
untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan muskuloskeletal.sinar-x tulang mengambarkan kepadatan tulang,testur,erosi dan perubahan hubungan tulang. Sinar-x multipel diperlukan untuk mengkaji paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-x korteks tulang menunjukkan adanya pelebaran,penyempitan dan tanda iregularis, sinar-x sendi dapat menunjukkan adanya cairan,iregularis,spur,penyempitan,dan perubahan struktur sendi.
• Computed tomography (CT scan)
Menunjukkan rincian bidang tulang yang terkena dan dapat memperrlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi. Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa kontras dan langsung satu jam.
• Magnetic resonance imaging (MRI)
Teknik pencitraan khusus,noninvasif,yang menggunakan medan magnet,gelombang radio,dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas (tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang),jaringan lunak seperti: otot,tendon dan tulang rawan.karena yang digunakan elektromagnetik,pasien yang menggunakan implan logam,braces atau pacemaker tidak bisa menjalani pemeriksaan ini. Pasien yang menderita klaustofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruangan tertutup peralatan MRI tanpa penenang.
• Angiografi
Pemeriksaan struktur vaskuler. Arteriografi adalah pemeriksaan arteri. Suatu bahan kontrasradiopaque diinjeksi ke dalam arteri tertentu. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk tingkat amputasi yang akan dilakukan,pasien dibiarkan berbaring selama 12 sampai 24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan arteri. Perawat memantau tanda vital,perdarahan,dan hematoma,dan eksremitas bagian distalnya.
• Venogram
Pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi trombosis vena.
• Mielografi
Penyuntikan bahan kontras ke dalam rongga subaraknoid spinal lumbal,dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus,stenosis spinal(penyuntikan kanalis spinal)atau tempat adanya tumor.
• Diskografi
Pemeriksaan diskus vertebralis suatu bahan kontras diinjeksikan ke dalam diskus dan dilihat distribusinya.
• Artrografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara kedalam rongga sendi untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Artrogram sangat berguna untuk mengindentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau ligmen penyangga lutut,bahu, tumit,pinggul dan tras akan mengalami kebocoran keluar dari sendi dan akan terlihat dengan sinar-x, setelah dilakukan artrogram,biasanya sendi dimobalisasi selama 12 sampai 24 jam dan diberikan balut tekan elastis.
• Artrosentesis
Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan pemeriksaan atau untuk menghilangkan nyeri akibat efusi,dengan mengunakan teknik aseptis,cairan sinovial jernih,pucat berwarna seperti jeramih dan volumenya sedikit,diperiksa juga dengan makroskopis untuk memeriksa jumlah sel,identifikasi sel,pewarna gram dan elemen penyusunannya.pemeriksaan sinovialsangat berguna untuk endiagnosis reumatoid artiritis dan atrofi inflamasi lainnya dan dapat memperlihatkan hematrosis perdarahan di dalam rongga sendi yang mengarahkan kecenderungan perdarahan.
• Artroskopi
Merupakan prosedur endoskopi yang memungkinkan pandangan langsung kedalam sendi,komplikasi jarang terjadi tetapi dapat mencakup infeksi,hemantrosis,tromboflentasi,kaku sendi,dan penyembuhan luka yang lama.
• Termografi
Mengukur derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi inflamasi seperti arteritis dan infeksi ,begitu pula neoplasma harus dievaluasi.
• Elektromiografi
Memberi informasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang mempersarafi,tujuan prosedur ini adalah untuk menentukan setiap abnormalitas fungsi unit motor end,kompres hangat dapat mengurangi rasa tak nyaman.
• Absorpsiometri foton
Uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada pergelangan tangan atau tulang belakang,osteriopotosis dapat dideteksi menggunakan alat densitometri
• Biopsi
Untuk menentukan struktur dan komposisi tulang,otot dan sinovium untuk membantu menentukan penyakit tertentu. Tempat biopsi harus dipantau mengenai adanya edema,perdarahan,dan nyeri.mungkin perlu di beri es untuk mengontrol edema dan perdarahan dan analgetik untuk mengurangi rasa tak nyaman
C. Pemeriksaan Laboraterium
Pemeriksaan darah dan urine pasien dapat memberikan informasi mengenai masalah muskuloskeletal primer atau komplikasi yang terjadi mis infeksi,sebagai dasar acuan pemberian terapi,pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin( biasanya lebih rendah bila terjadi pendarahan karena trauma) dan hitung darah putih,sebelum dilakukan pembedahan,pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan untuk mendeteksi kecenderungan perdarahan,karena tulang merupakan jaringan yang sangat vaskuler.
Pemeriksaan kimia darah memberikan data mengenai berbagai macam kondisi muskuloskeletal.kadar kalsium serum berubah pada osteomalasia,fungsi paratoid,penyakit paget,tumor tulang metastasis pada imobilisasi lama,kadar fosfor serum berbanding terbalik dengan kadar kalsium, fosfatases asam meningkat pada penyakit dengan peningkatan paget dan kanker metastasis, fosfatase alkali meningkat selam penyembuhan patah tulang dan pada penyakit dengan peningkatan aktifitas osteoblas(tumor tulang metastasis) metabolisme tulang dapat dievaluasi melalui pemeriksaan tiroid dan penentuan kadar kalsitonin,hormon paratiroid dan vitamin D kadar enzim serum kartin kinase dan serum glutamic-oxaloacetic transminase meningkatkan pada kerusakan otot,dan nekrosis oto skelet.
Kadar kalsium urine meningkat pada destruksi tulang (mis disfungsi paratiroid,tumor tulang metastasis,mieloma multipel)

4. Abnormalitas pada sistem Muskuloskeletal
• Tulang
Abnormalitas tulang
Pada sistem rangka dapat muncul beberapa gangguan atau keabnormalitasan yang disabkan oleh berbagai faktor dibawah ini beberapa gangguan tulang yaitut Fraktur
1. Definisi
• Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
• Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
• Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, `mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
• Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
• Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
• Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
• Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
• Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
• Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah
C. Secara spontan :
disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

3. Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comporteme

4. KALSIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi raktur sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:
a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks.
2) Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh).
b. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol malalui kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi
Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 )
• Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in–out.
• Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringan lunak dan fraktur tidak kominutif.
• Pada tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit, jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi traumatik.
• Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (tabel 3).
IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat. IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka. IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

c. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek
2) Transverse yaitu patah melintang
3) Longitudinal yaitu patah memanjang
4) Oblique yaitu garis patah miring
5) Spiral yaitu patah melingkar
d. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a) Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut
b) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
c) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang
d) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.
KLASIFIKASI
1. Klasifikasi etiologis
1. FRAKTUR TRAUMATIK
- Akibat trauma tiba-tiba
2. FRAKTUR PATOLOGIS
- Terjadi karena kelemahan tulang akibat adanya
kelainan patologi pada tulang
3. FRAKTUR STRESS
- Akibat trauma yang terus menerus pada suatu
daerah tertentu
2. Klasifikasi klinis
1. FRAKTUR TERTUTUP
- Tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. FRAKTUR TERBUKA
- Berhubungan dengan dunia luar melalui luka
3. FRAKTUR DENGAN KOMPLIKASI
- Fraktur yang disertai komplikasi seperti infeksi,
mal-union, delayed union, non-union
3. Klasifikasi radiologis
1. Berdasarkan lokalisasi
1. Diafiseal
2. Metafiseal
3. Intra-artikuler
4. Fraktur dengan dislokasi
2. Berdasarkan konfigurasi
1. Fraktur transversal
2. Fraktur oblik
3. Fraktur spiral
4. Fraktur Z
5. Fraktur komunitif
6. Fraktur baji
7. Fraktur avulsi
8. Fraktur depresi
9. Fraktur impaksi
10. Fraktur pecah (burst)
11. Fraktur segmental
12. Fraktur epifisis


3. Berdasarkan ekstensi
1. Fraktur total
2. Fraktur tidak total (crack)
3. Fraktur torus atau buckle
4. Fraktur garis rambut
5. Fraktur greenstick
4. Berdasarkan hubungan antara fragmen
dengan fragmen lainnya
1. Tidak bergeser
2. Bergeser
- Bersampingan
- Angulasi
- rotasi
- Distraksi
- Over-riding
- Impaksi











PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
PADA TULANG KORTIKAL
Terdiri atas 5 fase:
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang,maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah fraktur yang akan membentuk hematoma diantara dua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosreum.periosteum ini akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma,yang terjadi sehingga dapat ekstravasasi darah dalam kejaringan lunak.
Osteosis dengan lakunanya yang terletak beberapa mililimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak disekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berprolifer dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensial kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu,kalus dari fraktur akan membentuk suatu masa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologik kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus ( fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap prakmen sel darah yang berasal dari osteoglas kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas di duduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengkatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologi pertama terjadinya penyembuhan fraktur

4. Fase konsolidasi ( fase union secara radiologi)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktru lamelar dan kelebihan kalus akan diresopsi secara bertahap

5. Fase remodeling
Bila mana union tidak lengkap maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tapi tanpak kanalis medularis. Pada masa remodeling ini, perlahan-lahan terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem haversian dan kalus bagian ddalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.


Waktu Penyembuhan Fraktur
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual yang berhungan dengan beberapa faktor penting pada penderita, antara lain:
• Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat daari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktifitas proses osteogesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhungan dengan proses hemodelin tulang pada bayi sangat aktif dan makin berkurang apabila umur bertambah
• Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memengang peranan penting fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konvigurasi fraktur seperti fraktur transfektar lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
• Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga dapat menyebabkan kerusakan periot yang lebih hebat
• Vaskularisasi pada kedua frakmen
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion
• Reduksi serta imubilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan menggangu dalm penyembuhan fraktur.
• Waktu mobilisasi
Bila imobilasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union,maka kemungkinan akan terjadinya nonunion sangat besar.
• Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi pada jaringan lunak
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa perios, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat pastularisasi kedua ujung fraktur

• Adanya inpeksi
Bila terjadi infeksi pada daerah fraktur, misalnya pada operasi terbuka fraktur tertutup atau fraktur tertbuka,maka akan menganggu terjadinya proses penyembuhan
• Cairan sinovia
Pada persendian diman terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur
• Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan menggangu vaskularisasi.

METODE PENGOBATAN FRAKTUR
Fraktur tertutup
metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam :
1. Konservatif
Terdiri atas :
a. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut misalnya dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah
Indikasi
Terutama didindikasikan pada fraktur tidak bergeser, fraktu iga yang stabil, falangs dan metakarpal atau fraktur klafikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang belakang, impaksi fraktur pada humerus proksimal serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologik.
b. Imobilisasi dengan bidai eksternal (tanpa reduksi)
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai ekterna hanya memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan plaster of paris (gips) atau dengan bernacam-macam bidai dari palstika atau metal.
Indikasi
Digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, mempergunakan gips
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan pembiusan umum atau lokal. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadi fraktur. Penggunaan gips untuk mobilisasi merupakan alat utama pada tekhnik ini.
Indikasi

d. Reduksi teturtutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi

2. Reduksi tertutup dengan fiksasi ekterna atau fiksasi perkutaneus dengan k-wire
3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
• Eksisi frakmen tulang dan penggantian dengan protesis
• Imobilisasi sebagai pengobatan defenitif pada fraktur
• Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifat komunitif akan bergerak di dalam gips sehingga diperlukan pemeriksaan radiologis yang berulang-ulang.
• Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
• Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.
4. reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi. Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
5. reduksi tertutup dengan traksi kontinyu dan counter traksi. Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai tomas, bidai brown bohler, bidai tomas dengan pearson knee flexion attachment.
Ada 4 metode traksi kontinyu yang digunakan, yaitu:
a. Traksi Kulit
traksi kulit dengan mempergunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai dengan pemakaian bidai thomas atau bidai brown bohler. Traksi menurut briant (gallow) pada anak-anak dibawah dua tahun dengan berat bada kurang dari 10 kg. Traksi juga dapat dilakukan pada fraktur suprakondiler humeri menurut dunlop.
b. Traksi menetap
traksi menetap juga mempergunakan leukoplas yang melekat pada bidai thomas atau bidai brown bohler yang difiksasi pada salah satu bagian dari bidai thomas. Biasanya dilakukan pada fraktur femur yang tidak bergeser.
c. traksi tulang
Traksi tulang dengan kawat kirschner dan pin steinman yang dimasukkan ke dalam tulang dan juga dilakukan traksi dengan menggunakan berat beban dengan bantuan bidai thomas dan bidai brown bohler
d. Traksi berimbang dan traksi sliding
Dopergunakan pada fraktur femur, mempergunakan traksi skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus, biasanya dipergunakan bidai thomas dan pearson attachment
Penanggulangan Fraktur terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka:
1. bati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan
2. adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian.
3. berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi
4. segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. stabilisasi fraktur
7. biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
8. lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka
1. pembersihan luka
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debrideman)
3. pengobatan fraktur itu sendiri
4. penutupan kulit
5. pemberian antibiotik
6. pencegahan tetanius

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KANSELOSA
Proses penyembuhan terjadi melalui pembentukan kalus interna dan endosteal
FAKTOR – FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PENYEMBUHAN FRAKTUR
1. Usia
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
3. Pergeseran awal fraktur
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
5. Reduksi serta imobilisasi
6. Waktu imobilisasi
7. Ruangan di antara kedua fragmen dan interposisi jaringan lunak
8. Adanya infeksi
9. Cairan sinovia
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
PEYEMBUHAN ABNORMAL PADA FRAKTUR
1. Mal-union
Fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, kependekan atau punion secara menyilang
2. Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas, 5 bulan utk anggota gerak bawah)
3. Non-union
Fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terjadi sendi palsu (pseudoartrosis)


Manifestasi klinik
Manifestasi klinik fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi . spasme otot yang menyertaifraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk menimanimalkan gerakan antara fragmen tulang. Setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen dan fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.ekstremitas tak dapat berfungsu dengan baik karna fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karna k0ntraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)
Saat ekstremitas diperiksa dengan lenga, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesewkan antara fragnen satu dengan yang lainnya.(uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera

Penata laksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien dalam berada dlam keadaan bingung , tidak menyertai adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah.maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengibolisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera segera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian , ekremitas harus disngga dan diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patah tulang dapat menyebkan rasa nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dansendi di sekitar fraktur . pembidaian yang memandai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai yang kemudian dibebet dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang eksremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebet kedua tungkai bersama, dengan eksremitas yang sehat bertindak sebai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perier.
Pada fraktur terbuka luka ditutup dengan membalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila aada fragmen tulang keluar yang melalui lika, pasanglah bidai sesuai yang terangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh yang sehat dan kemudia dari sisi cedera. Pakaian pasien harus dipotong pada sisi cedera. Ekstremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencugah lebih lanjut.

Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
• Imobilisasi fragmen tulang
• Kontak fragmen tulang maksimal
• Asupan darah yang memadai
• Nutrisi yang baik
• Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
• Hormon horman pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik
• Potensi listrik pada patah tulang

Faktor yang menghambat penyembuhan tulang
• Trauma likal ekstensif
• Kehilangan tulang
• Imobilisasi tidak memadai
• Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
• Infeksi
• Keganasan likal
• Penyakit tulang matabolik (mis penyakit paget)
• Radiasi tulang (nekrosis radiasi)
• Nekrosis avaskuler
• Fraktur intraatikuler (cairan sinovial mengandung fibrosilin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembekuan jendalan)
• Usia (lansia sembuh lebih lama)
• Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi Fraktur Terhadap Organ
1. Komplikasi pada kulit
a. Lesi akibat penekanan
b. Ulserasi akibat dekubitus
c. Ulserasi akibat pemasangan gips
2. Komplikasi pada pembuluh darah
a. Ulserasi akibat pemasangan gips
b. lesi akibat traksi dan penekanan
c. Iskemik volkmann
d. Gangren
3. Komplikasi pada saraf
- Lesi akibat traksi dan penekanan
4. komplikasi pada sendi
Infeksi akibat operasi terbuka pada trauma tertutup
5. komplikasi pada tulang
a. Infeksi akibat operasi terbuka pada trauma tertutup
b. Komplikasi pada lempeng epifisis dan epifisis pada fraktur anak-anak

Komplikasi Menurut Waktu Disesuaikan Dengan Lokalisasi
A. Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal
Trauma pada kulit
- Dari luar : aberasi, laserasi, luka tusuk, avulsi, kehilangan kulit
- Dari dalam : Penetrasi kulit oleh fragmen fraktur
2. komplikasi Vaskuler
- Trauma pada arteri besar : terputus, kontusi dan spasme arteri
- Trauma pada vena besar : terputus, kontusi
- Perdarahan lokal :
Eksterna : keluar ke permukaan tubuh
Interna : Kedalam jaringan lunak seperti hematoma, ke dalam rongga intrakranial
3. Komplikasi Neurologis
- Otak
- Sumsum tulang belakang
- Saraf Perifer
4. Komplikasi pada otot biasanya bersifat tidak total
5. Komplikasi pada organ
- Toraks, jantung, dan pembuluh darah besar
- Intra-abdominal, saluran pencernaan, hati, limfa, dan saluran kemih
Komplikasi di luar fraktur pada organ lain :
1. Trauma multiple : traima pada alat tubuh yang lain yang tidak berhubungan dengan fraktur
2. Syok hemoragik



B. Komplikasi Awal
Komplikasi lokal
1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis kulit, gangren dan iskemik
2. Komplikasi pada sendi : infeksi karena trauma terbuka
3. Komplikasi pada tulang
a. Infeksi pada daerah fraktur karena adanya trauma terbuka
b. Nekrosis asvakuler tulang biasanya mengenai saru fragmen
Komplikasi di luar organ lain
1. Emboli lemak
2. Emboli paru
3. Pneumonia
4. tetanus
5. delirium tremens

C. Komplikasi Lanjut
Komplikasi lokal
1. Komplikasi pada sendi
a. kekakuan yang menetap
b. penyakit degeneratif pasca sendi
2. komplikasi pada tulang
a. penyembuhan fraktur yang abnormal
b. gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng epifisis
c. infeksi yang menetap
d. osteoporosis pasca trauma
e. atrofi sudeck
f. refraktur
3. komplikasi pada otot
a. miositis osifikans pasca trauma
b. ruptur tendo lanjut
4. komplikasi saraf
Tardy nerve palsy

Komplikasi pada organ lain
1. batu ginjal
2. neurosis akibat kecelakaan.

OSTEOMALASIA
Patofisiologi
Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum metaboliame mineral. Factor resiko terjadinya psteomalasia meliputi kekurangan diet, malabsorpsi, gastrektomi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan berkepanjangan dan kekurangan vitamin D
Tipe malnutrisi terutama akibat kemiskinan tapi mematang makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu factor. Paling sering terjadi di dunia di mana Vit. D tidak ditambahkan dalam makanan dan di mana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar matahari.
Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium dan kehilangan kalsium berlebihan dari tubuh. Kelainan gastrointestinal di mana absorpsi lemak tidak memadai sehingga menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan vit. D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui feses dalam kombinasi dengan asam lemak. Kelainan ini meliputi penyakit seliak, obstruksi traktus billiaris kronik, pankrearitis kronik dan reseksi usus halus.
Gagal ginjal berat menyebabakan asidosis. Kalsium yang tersedia dipergunakan untuk menetralkan asidosis, dan hormone paratiroid terus menyebabkan pelepasan kalsium dari kalsium skelet sebagai usaha untuk mengembangkan pH fisiologis. Selama pelepasan kalsium skelet terus-menerus ini, terjadi fibrosis tulang dan kista tulang. Glomerulusnefritis kronik mengakibatkan berkurangnya kadar fospat serum dan demineralisasi tulang.
Selain itu, penyakit hati dan ginjal dapat mengakibatkan kekurangan vit. D karena keduanya merupakan organ yang melakukan konversi vit. D ke bentuk aktif. Akhirnya, hiperparatiroidisme mengakibatkan dekalsifikasi skelet dan artinya osteomalasia dengan peningkatan ekskresi fosfat dalam urin.


Pertimbangan gerontologik
Diet yang bergizi tinggi sangat penting bagi lansia. Dianjurkan peningkatan konsumsi kalsium dan vit. D. karena sinar matahari penting, lansia harus didorong untuk banyak berjemur di bawah sinar matahari.
Pencegahan, identifikasi dan penanggulangan osteomalasia pada lansia sngat penting untuk menurunkan insidensi fraktur. Bila osteomalasia terjadi bersama dengan osteoporosis maka insidensi fraktur akan semakin bertambah.

Gangguan Pada Otot
1. Kontusi / memar
• Definisi

Sebuah memar, juga disebut memar, adalah relatif kecil jenis hematom dari jaringan di mana kapiler dan kadang-kadang venula rusak oleh trauma, sehingga darah meresap ke dalam sekitarnya ruang ekstraselular. Memar dapat melibatkan kapiler pada tingkat kulit, jaringan subkutan, otot, atau tulang. Memar dapat disebut dengan ukuran sebagai ecchymosis (1-3 cm), purpura (3-10 mm), atau petechia (<3 mm), walaupun istilah-istilah ini juga dapat merujuk kepada perdarahan tidak disebabkan oleh trauma.
Sebagai jenis lebam, memar selalu disebabkan oleh perdarahan ke dalam ruang ekstraselular, biasanya dimulai oleh trauma tumpul, yang menyebabkan kerusakan melalui kompresi fisik dan perlambatan kekuatan. Trauma cukup untuk menyebabkan memar dapat terjadi dari berbagai situasi termasuk kecelakaan, jatuh, dan operasi. Penyakit negara seperti tidak memadai atau rusak platelet, lain koagulasi kekurangan, atau kelainan pembuluh darah, seperti penyumbatan vena yang berhubungan dengan alergi parah dapat mengarah pada pembentukan memar dalam situasi di mana mereka biasanya tidak terjadi dan hanya dengan trauma minimal. Jika trauma cukup untuk menembus kulit dan darah memungkinkan untuk melepaskan diri dari ruang ekstraselular, bukanlah cedera memar melainkan berbagai macam yang berbeda perdarahan yang disebut perdarahan, meskipun cedera seperti itu dapat diikuti oleh memar di tempat lain.
Memar sering menimbulkan rasa sakit, tapi memar kecil biasanya tidak berbahaya sendirian. Kadang-kadang memar bisa serius, mengarah ke kehidupan lain yang lebih mengancam bentuk hematoma, seperti ketika dihubungkan dengan luka serius, termasuk patah tulang dan lebih parah perdarahan. Kemungkinan dan keparahan memar tergantung pada banyak faktor, termasuk jenis dan kesehatan jaringan yang terkena. Memar kecil dapat dengan mudah dikenali pada orang dengan cahaya warna kulit dengan karakteristik biru atau ungu penampilan (ideomatik digambarkan sebagai "hitam dan biru") pada hari-hari setelah cedera.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Munculnya Memar
1. Kebocoran pembuluh darah. Harus ada ruangan yang cukup untuk darah yang keluar berakumulasi. Ini menjelaskna kenapa memar lebih mudah terjadi pada skrotum daripada tumit dimana jaringan jaringan fibrosanya padat. Karena banyaknya jaringan subkutanea pada orang yang gemuk, mereka lenih mudah terjadi memar daripada orang yang kurus jika faktor lain seperti fragilitas pembuluh dan umur sama.
2. Jumlah darah yang keluar
3. Ruangan yang cukup
4. Kedalaman memar yang terjadi
5. Fragilitas pembuluh darah
6. Pada orang yang berbaring lama
• Mekanisme memar
Peningkatan menyebabkan kesulitan untuk jaringan kapiler untuk istirahat di bawah kulit, sehingga darah untuk melarikan diri dan membangun. Ketika waktu berlangsung, darah merembes ke jaringan sekitarnya, menyebabkan memar menjadi lebih gelap dan menyebar. Saraf akhiran dalam mendeteksi jaringan yang terkena tekanan yang meningkat, yang, tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi, dapat dianggap sebagai rasa sakit atau tekanan atau asimtomatik. Rusak endothelium (lapisan) dari kapiler yang terkena rilis endothelin, suatu hormon yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah untuk meminimalkan pendarahan. Sebagai endotelium dihancurkan, yang mendasari faktor von Willebrand terkena dan memulai koagulasi, yang menciptakan sementara gumpalan untuk plug luka dan akhirnya mengarah pada pemulihan jaringan normal.
Selama waktu ini, lebih besar dapat berubah warna memar karena pemecahan hemoglobin lolos dari dalam sel darah merah di dalam ruang ekstraselular. Warna-warna yang mencolok memar disebabkan oleh fagositosis dan berurutan degradasi hemoglobin untuk biliverdin untuk bilirubin untuk hemosiderin, dengan hemoglobin itu sendiri menghasilkan warna biru-merah, biliverdin menghasilkan warna hijau, bilirubin menghasilkan warna kuning, dan menghasilkan emas hemosiderin warna coklat. Seperti produk-produk ini dihapus dari daerah, memar hilang. Seringkali kerusakan jaringan yang mendasarinya telah diperbaiki jauh sebelum proses ini selesai.
• Diagnosis
Pemeriksaan fisik yang lengkap akan menentukan lokasi dan luasnya cedera. Dokter anda dapat memberitahu Anda jika ia merasa kesenjangan dalam otot menunjukkan kemungkinan air mata. X-ray tulang sering diambil untuk memerintah fraktur (patah tulang) atau kondisi lainnya. tes tambahan seperti USG, CT scan atau MRI mungkin diperlukan untuk menentukan luasnya cedera dan untuk mengidentifikasi luka tambahan. Hasil dari pemeriksaan fisik dan tes diagnostik lainnya memungkinkan dokter Anda untuk menentukan seberapa parah cedera ini adalah; ini sangat penting untuk rencana perawatan membimbing dan membuat keputusan tentang kapan itu aman bagi Anda untuk kembali ke atletik.
• Perawatan
Pengobatan untuk memar ringan adalah minimal dan mungkin termasuk PADI (istirahat, es, kompresi, elevasi), penghilang rasa sakit (terutama NSAID) dan, kemudian dalam pemulihan, latihan peregangan ringan. Terutama, aplikasi langsung es sementara meninggikan daerah dapat mengurangi atau sama sekali mencegah pembengkakan dengan membatasi aliran darah ke daerah tersebut dan mencegah perdarahan. Istirahat dan mencegah cedera ulang adalah penting untuk pemulihan cepat.
• Lindungi area cedera dari bahaya lebih lanjut dengan menghentikan bermain. Anda juga dapat menggunakan alat pelindung (yaitu, tongkat penyangga, gendongan).
• Terapkan es dibungkus kain yang bersih. (Remove ice after 20 minutes.) (Hapus es setelah 20 menit.)
• kompression: Ringan membungkus daerah yang terluka dalam pembalut yang lembut atau ace wrap.
• Elevation: Naikkan itu ke tingkat di atas hati.
Sangat lembut pijat daerah dan penerapan panas dapat mendorong aliran darah dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan teori kendali gerbang nyeri, meskipun menyebabkan rasa sakit tambahan mungkin menunjukkan pijat memperburuk cedera. Seperti bagi kebanyakan cedera, teknik ini tidak boleh diterapkan sampai sekurang-kurangnya tiga hari setelah kerusakan awal untuk memastikan bahwa semua perdarahan telah berhenti; meskipun meningkatkan aliran darah akan memungkinkan lebih banyak faktor penyembuhan ke daerah dan mendorong drainase, jika cedera masih berdarah ini akan memungkinkan lebih banyak darah meresap keluar dari luka dan menyebabkan memar menjadi lebih buruk.

2. Strain
• Definisi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Pada cidera strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot berkontraksi. Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba pada bagian otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.
Strain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga. Keseleo adalah jenis cedera yang paling sering dialami oleh para pemain sepak bola. Keseleo yang dialami mulai dari bagian pergelangan kaki, kaki bagian bawah, hingga lutut merupakan bagian-bagian yang paling sering terjadi di sepak bola, terutama bagian pergelangan dan medial collateral ligament (semacam pengikat sendi tulang). Untuk menghindari keseleo, diperlukan pemanasan yang cukup dan stretching yang tepat bisa mencegah terjadinya cedera tersebut. Straing adalah menyangkut cedera otot atau tendon.

• Penyebab
Strain hasil dari otot-serat air mata karena peregangan berlebihan. Mereka dapat terjadi saat melakukan tugas sehari-hari dan tidak terbatas pada atlet. Meskipun demikian, orang-orang yang bermain olahraga lebih beresiko mengembangkan ketegangan otot karena meningkatnya penggunaan.
• Gejala dan tanda
a. Penderita mengeluh nyeri di ujung bahu.
b. Kalau penderita menaikkan lengan ke samping, setelah 45o pertama, penderita mulai merasa sakit, lebih-lebih setelah lengan lebih tinggi.
c. Tetapi rasa sakit berkurang lagi setelah lewat 120.
d. Nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot berkontraksi.
e. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.
• Perawatan
a. Istirahat: Hentikan semua kegiatan yang tidak perlu, terutama yang menyebabkan rasa sakit, untuk mencegah ketegangan dari kemajuan.
b. Es: Terapkan es untuk mengurangi pembengkakan dengan membatasi aliran darah ke situs cedera. Pernah es selama lebih dari 10-15 menit pada satu waktu. Tempatkan lapisan kain atau kertas antara es dan cedera untuk menghindari membekukan kulit.
c. Kompresi: Bungkus daerah berusaha untuk mengurangi pembengkakan.
d. Ketinggian: Jauhkan daerah yang tegang sebagai dekat dengan tingkat jantung seperti yang nyaman mungkin untuk menjaga dari pengumpulan darah di daerah yang terluka.
Es dan kompresi (terapi pemampatan dingin) akan menghentikan rasa sakit dan bengkak sementara cedera mulai menyembuhkan dirinya sendiri. Mengendalikan peradangan sangat penting untuk proses penyembuhan dan lapisan gula membatasi lebih lanjut cairan yang bocor ke daerah yang terluka serta mengendalikan rasa sakit.
Terapi pemampatan dingin wraps adalah cara yang berguna untuk menggabungkan icing dan kompresi untuk menghentikan pembengkakan dan rasa sakit.
Pengobatan langsung ini biasanya disertai dengan penggunaan non-steroid anti-inflammatory drugs misalnya, ibuprofen, yang baik langsung mengurangi peradangan, dan menampilkan analgesik.
Terapi USG dapat digunakan untuk memecah otot disembuhkan buruk strain dan mengizinkan mereka untuk menyembuhkan dengan benar.

3. Atrofi Otot
• Definisi
Astrofi otot adalah penurunan fungsi otot akibat dari otot yang menjadi kecil dan kehilangan fungsi kontraksi. Biasanya disebabkan oleh penyakit poliomielitis.

Atrofi dapat terjadi melalui dua cara; Disuse atrophy dan Atrofi denervasi.
a. Disuse atrophy
Terjadi jika suatu otot tidak digunakan dalam jangka waktu lama walaupun persarafannya utuh, seperti ketika seseorang harus menggunakan gips atau berbaring untuk jangka waktu lama.
b. Atrofi denervasi
Terjadi setelah pasokan saraf ke suatu otot terputus. Apabila otot dirangsang secara listrik sampai persarafan dapat dipulihkan, seperti pada regenerasi saraf perifer yang terputus, atrofi dapat dihilangkan tetapi tidak dapat dicegah seluruhnya. Aktifitas kontraktil itu sendiri jelas berperan penting dalam mencegah atrofi; namun, faktor-faktor yang belum sepenuhnya dipahami yang dikeluarkan dari ujung-ujung saraf aktif, yang mungkin terkemas bersama dengan vesikel asetilkolin, tampaknya berperan penting dalam integritas dan pertumbuhan jaringan otot.
Apabila suatu otot mengalami kerusakan, dapat terjadi perbaikan secara terbatas, walaupun sel-sel otot tidak dapat membelah diri secara mitosis untuk menggantikan sel-sel yang hilang. Di dekat permukaan otot terdapat populasi kecil sel-sel yang tidak berdiferensiasi (seperti yang dijumpai pada masa perkembangan mudigah), yaitu mioblas. Sewaktu sebuah serat otot rusak, sekelompok mioblas melakukan fusi untuk mengganti otot tersebut dengan membentuk sebuah sel besar berinti banyak yang segera mulai mensintesis dan menyusun perangkat intrasel khas untuk otot. Pada cedera luas, mekanisme yang terbatas ini tidak cukup untuk mengganti semua serat yang hilang, lalu serat-serat yang tersisa sering mengalami hipertrofi sebagai kompensasinya.
• Gejala
Tak mampu mengangkat beban atau gerak terbatas.
• Perawatan
Program olahraga (di bawah bimbingan seorang terapis atau dokter) sangat dianjurkan, termasuk latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot. Selain itu adalah mengkonsumsi makanan bergizi.



4. Distrofi Otot
• Definisi
Distrofi otot adalah penyakit yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot yang dekat dengan batang tubuh. suatu kelainan otot yang biasanya terjadi pada anak-anak karena adanya penyakit kronis atau cacat bawaan sejak lahir.

• Penyebab
Kelainan gen yang menyebabkan distrofi otot Duchenne berbeda dengan kelainan gen yang menyebabkan distrofi otot Becker, tetapi keduanya terjadi pada gen yang sama. Gen ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X. Seorang wanita bisa membawa gen ini tetapi tidak menderita penyakitnya karena kromosom X yang normal dapat mengkompensasi kelainan gen dari kromosom X yang lainnya. Setiap laki-laki yang menerima kromosom X yang cacat akan menderita penyakit ini.
Anak laki-laki yang menderita distrofi otot Duchenne mengalami kekurangan protein otot yang penting, yaitu distrofin, yang diduga berperan dalam mempertahankan struktur sel-sel otot. 20-30 diantara 100.000 bayi laki-laki yang lahir, menderita distrofi otot Duchenne.
Anak laki-laki yang menderita distrofi otot Becker menghasilkan distrofin tetapi ukurannya terlalu besar dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.Penyakit ini terjadi pada 3 dari setiap 100.000 anak laki-laki.
• Gejala
Distrofi Otot Duchenne
Biasanya pertama kali terjadi pada anak laki-laki berusia 3-7 tahun, berupa kelemahan di dalam atau di sekitar pinggul.Biasanya diikuti oleh kelemahan di otot bahu dan semakin parah.
Selain mengalami kelemahan, otot juga membesar, tetapi jaringan ototnya tidak kuat. Pada sekitar 90% penderita juga terjadi pembesaran dan kelemahan otot jantung, menyebabkan kelainan denyut jantung yang bisa terlihat pada pemeriksaan EKG.
Penderita berjalan seperti bebek, sering terjatuh, mengalami kesulitan dalam menaiki tangga dan mengalami kesulitan ketika bangkit dari posisi duduk. Otot-otot lengan dan tungkai biasanya mengkerut di sekitar sendi, sehingga sikut dan lutut tidak dapat diluruskan sepenuhnya. Pada akhirnya bisa terjadi kelainan lengkung tulang belakang (skoliosis). Pada usia 10-12 tahun, sebagian besar penderita harus duduk di kursi roda.
Kelemahan yang semakin memburuk juga menyebabkan penderita mudah terserang pneumonia dan penyakit lainnya, dan banyak yang meninggal pada usia 20 tahun.
Distrofi Otot Becker
Gejalanya menyerupai distrofi otot Duchenne, tetapi lebih ringan. Gejala pertama kali muncul pada usia 10 tahun. Ketika mencapai usia 16 tahun, sangat sedikit penderita yang harus duduk di kursi roda dan lebih dari 90% yang bertahan hidup sampai usia 20 tahun.
Distrofi Lainnya :
Distrofi Otot Landouzy-Dejerine diturunkan melalui gen autosomal dominan; karena itu hanya 1 gen abnormal yang bisa menyebabkan penyakit dan bisa terjadi baik pada pria maupun wanita. Penyakit ini biasanya mulai timbul pada usia 7-20 tahun. Yang selalu terkena adalah otot wajah dan bahu, sehingga penderita mengalami kesulitan dalam mengangkat lengannya, bersiul atau menutup matanya rapat-rapat.
Beberapa penderita juga mengalami kelemahan pada tungkai bawahnya, sehingga sulit menekuk kaki ke arah pergelangan kaki (footdrop, kaki terkulai). Kelemahan yang terjadi biasanya tidak terlalu berat dan penderita memiliki harapan hidup yang normal.
Distrofi Otot Limb-girdle menyebabkan kelemahan pada otot pinggul (distrofi otot Leyden-M?bius) atau otot bahu (distrofi otot Erb). Penyakit keturunan ini biasanya baru muncul pada masa dewasa dan jarang menyebabkan kelemahan yang hebat.
Miopati mitokondrial merupakan penyakit otot turunan yang terjadi jika gen yang salah di dalam mitokondria (sumber energi untuk sel) diturunkan melalui sitoplasma pada sel telur ibu. Mitokondria membawa gennya sendiri. Pada proses pembuahan sperma tidak memberikan mitokondrianya, maka semua gen mitokondria berasal dari ibu. Karena itu penyakit ini tidak pernah diturunkan dari bapak. Penyakit ini kadang menyebabkan kelemahan pada sekelompok otot saja, misalnya pada otot mata (oftalmoplegia).
• Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya peningkatan enzim kreatinin kinase yang keluar dar sel-sel otot. Tetapi peningkatan kadar enzim tersebut tidak selalu menunjukkan adanya distrofi otot karena bisa juga disebabkan oleh penyakit otot lainnya.Dilakukan biopsi otot untuk menyakinkan diagnosis.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan jaringan yangmati dan serat-serat otot yang lebar secara abnormal. Pada stadium lanjut, jaringan otot yang mati digantikan oleh lemak dan jaringan lainnya. Untuk memperkuat diagnosis distrofi otot Duchenne dilakukan elektromiografi dan penilaian penghantaran saraf.
• Pengobatan
Distrofi otot Duchenne dan Becker bisa disembuhkan. Terapi fisik dan latihan akan membantu mencegah pengkerutan otot yang menetap di sekitar sendi. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk meringankan nyeri otot.
Pengobatan yang masih dalam taraf penelitian adalah:
- Prednison (kortikosteroid) yang untuk sementara waktu bisa meringankan kelemahan otot
- Terapi genetik yang memungkinkan otot bisa menghasilkan distrofin.
• Pencegahan
Seseorang yang menderita distrofi otot Duchenne atau Becker dianjurkan untuk melakukan konsultasi genetik untuk mengetahui kemungkinan mewariskan rantai penyakit ini kepada anaknya.
5. Bursitis
• Definisi
Bursitis adalah peradangan bursa, yang terjadi pada tempat perlekatan tendon atau otot dengan tulang oleh sebab yang belum diketahui dengan pasti.

Bursitis digolongkan menjadi 2 :
 Bursitis akut terjadi secara mendadak.
Jika disentuh atau digerakkan, akan timbul nyeri di daerah yang meradang. Kulit diatas bursa tampak kemerahan dan membengkak. Bursitis akut yang disebabkan oleh suatu infeksi atau gout menyebabkan nyeri luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan teraba hangat.
 Bursitis kronis merupakan akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau cedera yang berulang. Pada akhirya, dinding bursa akan menebak dan di dalamnya terkumpul endapan kalsium padat yang menyerupai kapur. Bursa yang telah mengalami kerusakan sangat peka terhadap peradangan tanbah. Nyeri menahun dan pembengkakan bisa membatasi pregerakan, sehingga otot mengalami penciutan (atrofi) dan menjadi lemah. Serangan bursitis kronis berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering kambuh.
 Etiologi
Penyebabnya sering kali tidak diketahui, tetapi burnitis dapa disebabkan oleh :
- Cedera
- Gout
- Pseudogout
- Arthritis rematoid
- Infeksi.
Yang paling mudah terkena bursitis adalah bahu, bagian tubuh lainnya yang juga terkena bursitis adalah sikut, pinggul, lutut, jari kaki, dan tumit.
• Tanda dan Gejala
Gejala utama pada bursitis pada umunya berupa pembengkakan lokal, panas, merah, dan nyeri. Bursitis menyebabkan nyeri dan cenderung membatasi pergerakan, tetapi gejala yang khusus tergantung kepada lokasi bursa yang meradang. Jika bursa di bahu meradang, maka jika penderita mengangkat lengannya untuk memakai baju akan mengalami kesulitan dan merasakan nyeri.
• Pengobatan
Bursa yang terinfeksi harus dikeringakan dan diberikan obat antibiotik. Burnitis akut non-infeksius biasanya diobati dengan istirahat sementara waktu sendi yang terkena tidak digerakkan dan diberikan obat peradangan non-steroid (misalnya indometasin, ibuprofen atau naproksen). Kadang diberikan obat pereda nyeri. Selain itu bisa disuntikkan campuran daru obat bius lokan dan kortikosteroid langsung ke dalam bursa. Penyuntikan ini mungkin perlu dilakukan lebih dari satu kali. Pada burnitis yang berat dibrikan kortikostiroid (misalnya perdnison) per-oral (ditelan) selama beberapa hari. Setelah nyeri mereda, dianjurkan untuk melakukan latihan khusus guna meningkatkan daya jangkau sendi. Bursitis kronis diobati dengan cara yang sama. Kadang endapan kalsium yang besar di bahu bisa dibuang melalui jarun atau melalui pembadahan. Kortikosteoid bisa langsung disumtikkan ke dalam sendi. Terapi fisik dilakukan untuk mengemblikan fungsi sendi. Latihan bisa membantu mengembalikan kekuatan otot dan daya jankau sendi. Bursitis sering kambuh jika penyebabnya ( misalnya, gout, arthritis rematoid atau pemakaianberlebihan) tidak diatasi.

6. Hipotrofit Otot
Hipotrofit otot adalah suatu jenis kelainan pada otot yang menyebabkan otot menjadi lebih besar dan tampak kuat disebabkan karena aktivitas otot yang berlebihan yang umumnya karena kerja dan olahraga berlebih.



Gangguan musculoskeletal , khususnya pada sendi ;
a. Sprain
cedera struktur ligament di sekitar sendi akibat gerakan menjepit atau memutar. Fungsi ligament adalah menjaga stabilitas namun masih memungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema; sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat distabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat pembengkakan dan perdarahan yang terjadi. Pasien harus diperiksa dengan sinar-X untuk mengevaluasi bila ada cedera tulang. Fraktur Avulsi (suatu fragmen tulang tertarik oleh ligament atau tendon) dapat terjadi pada sprain.
Penatalaksanaan
Penanganannya dapat meliputi istirahat, meninggikan bagian yang sakit, pemberian kompres yang dingin, dan pemasangan balut tekan. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan. Peninggian akan mengontrol pembengkakan. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermiten 20 sampai 30 menit selama 24-48 jampertama setelah cedera dapat menyebabkan vasokonstroksi, yang akan mengurangi pendarahan, edema, dan ketidaknyamanan.
Selama fase penyambuhan, otot, ligament, atau tendon yang cedera harus diistirahatkan dan memperbaiki diri. Setelah stadium inflamasi akut (setelah 24 sampai 48 jam setelah cedera) dapat dipberikan kompres panas secara intermiten (selama 15 sampai 30 menit, 4 kali sehari) untuk mengurangi spasme otot dan memperbaiki vasodilatasi, absorpsi, dan perbaikan. Sprain yang berat perlu dilakukan pembidaian untuk mencegah cedera ulang.
Tahap-tahap sprain:
a. Normal

Sendi pergelangan kaki memungkinkan kaki untuk bergerak ke atas dan ke bawah dan dalam gerakan ke dalam dan ke luar. Otot, tendon, dan ligamen pergelangan kaki mengelilingi memberikan stabilitas kebutuhan bersama pergelangan kaki untuk berjalan dan berlari.
b. Sprain tipe 1

Cara yang paling umum pergelangan kaki dapat terluka adalah dengan keseleo pergelangan kaki. Ketika sebuah ligamen pergelangan kaki yang terkilir pada pergelangan kaki yang baik menggeliat, sebagian robek atau sobek sama sekali. Jenis yang paling umum dari keseleo merupakan cedera pembalikan, di mana kaki diputar ke dalam. Keseleo pergelangan kaki dapat berkisar dari ringan, sampai sedang, dan berat. Tipe 1 keseleo adalah pergelangan kaki keseleo ringan. Ini terjadi ketika ligamen telah diregangkan atau robek minimal.

c. Sprain Tipe 2

Tipe II keseleo pergelangan kaki adalah tingkat moderat keseleo. Hal ini terjadi ketika sebagian dari serat-serat ligamen robek-robek sepenuhnya.
d. Sprain Tipe 3

Type III pergelangan kaki keseleo adalah yang paling parah keseleo pergelangan kaki. Hal ini terjadi ketika seluruh ligamentum yang robek dan ada ketidakstabilan besar dari sendi pergelangan kaki.
b. Dislokasi sendi.
Keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis. Dislokasi traumatic adalah kedaruratan ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah, dan saraf rusak susunannya dan mengalami stres berat. Bila dislokasi tidak di tangani segera maka dapat terjadi nekrosis avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah) dan paralisis saraf.


Dislokasi dapat dibagi atas :
1. kongenital ( terjadi sejak lahir, akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat pada pinggul.
2. Spontan atau patologik, akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi
3. Traumatik, akibat cedera di mana sendi mengalami kerusakan akibat kekerasan.
Tanda dan gejala dislokasi traumatik adalah:
1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
Pemeriksaan sinar-X akan menegakkan diagnosis dan memperlihatkan kemungkinan adanya fraktur yang terjadi.
Dislokasi panggul merupakan salah satu dari keadaan gawat darurat ortopedik. Kalau panggul yang mengalami dislokasi tidak direduksi dalam beberapa jam sesudah cedera, maka kemungkinan pasien tersebut akan mengalami nekrosis aseptic yang besar sekali. Dislokasi panggul biasanya dapat dikenali dari adanya nyeri pada glutea, lipat paha dan paha, disertai posisi ekstremitas bawah yang kaku pada waktu adduksi, rotasi interna dan fleksi.
Penatalaksanaan
Sendi yang terkena harus diimobilisasi saat pasien dipindahkan. Dislokasi direduksi (mis. Bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat semula yang normal), biasanya di bawah anastesia. Kaput tulang yang mengalami dislokasi harus dimanipulasi dikembalikan ke rongga sendi. Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan dijaga tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi, gerakan aktif lembut tiga taau empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran gerak sendi.


c. Subluksasi
Keadaan yang menunjukkan adanya deviasi hubungan normal antara tulang rawan yang satu dengan yang lainnya yang masih menyentuh berbagai bagian pasangannya. Jika kedua bagian ini sudah tidak menyinggung satu dengan lainnya maka disebut dislokasi. Untuk memberikan hasil akhir yang memuaskan maka semua dislokasi harus diketahu dan direduksi sejak dini.

d. Osteoartritis
Gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan sendi. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan terutama ditemukan pada usia lebih dari 45 tahun.
Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi. Sintesis proteoglikan dan kolagen meningkat tajam pada osteoarthritis. Tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang lebih tinggi sehingga tidak mengimbangi kebutuhan. Proses penuaan berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit, menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada perkembangan osteoarthritis. Faktor genetik berperan pada beberapa bentuk osteoarthritis. Nodus heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan disbanding laki-laki. Hormon seks dan factor hormonal lain juga berhubungan dengan perkembangan osteoarthritis.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis berupa nyeri sendi terutama apabila sendi bergerak atau menanggung beban. Dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan hilang jika sendi digerakkan. Spasme otot atau tekanan pada saraf didaerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri
Perubahan yang khas juga terjadi pada tulang belakang yang akan menjadi nyeri, kaku dan mengalami keterbatasan dalam bergerak. Ada beberapa orang yang mengeluh nyeri kepala karena osteoartritis pada tulang belakang bagian leher.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoartritis bersifat multifokal dan individual. Melindungi sendi dari trauma tambahan penting untuk memperlambat perjalanan penyakit ini. Evaluasi pola kerja dan aktivitas sehari-hari membantu untuk menghilangkan segala kegiatan yang meningkatkan tegangan berat badan pada sendi yang sakit. Tongkat atau alat bantu berjalan dapat mengurangi berat badan yang harus ditanggung oleh sendi. Fisioterapi penting untuk menghilangkan nyeri dan mempertahankankekuatan otot dan ROM. Pemakaian es atau panas pada sendi yang sakit dapat menghilangkan nyeri untuk sementara.
Pemakaian obat-obatan yang dirancang untuk mengontrol nyeri pada sendi dan untuk mengendalikan timbulnya sinovitis. Obat-obat analgetik seperti asetaminofen, aspirin, dan ibuprofen memiliki keuntungan lebih dalam mengontrol sinovitis. Efek obat sering dijumpai pada pasien usia tua.
Penatalaksanaan orteoartritis dengan cara operasi dirancang untuk membuang badan-badan yang lepas, memperbaiki jaringan penyokong yang rusak, atau menggantikan seluruh sendi
Prognosis
Osteoartritis berjalan lambat.


e. Artiritis Reumatoid
Gangguan ronik yang menyerang berbagai sistem organ. Artritis reumatoid 2,5 kali lebih sering menyerang perempuan daripada laki-laki. Insidens meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada perempuan. Insidens puncak pada usia 40-60 tahun.
Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. enzim ni memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama dengan radikal oksigen dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial.
Kedua, destruksi jaringan terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas ke sendi.
Gambaran klinis
1. gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
2. poliartritis simetris teruatama pada sendi perifer.
3. kekakuan di pagi hari
4. Artritis erosif. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
5. Deformitas. Kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit.
6. Nodul-nodul reumatoid (massa subkutan)
7. Manifestasi ekstra-artikular, menyerang organ luar sendi (jantung(perikarditis), paru-paru(pleuritis), mata, dan pembuluh darah.
Penatalaksanaan
Langkah pertama adalah memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga. Istirahat penting karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Pemberian obat anti radang kerja lama dan analgetik. Penatalaksanaan juga dapat berupa perencanaan aktifitas pasien. Latihan-latihan spesifik. Pemakaian alat bantu dan adaptif dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Terapi pengobatan seperti kompres panas atau latihan untuk mengurangi nyeri. Obat utama yaitu obat antiinflamasi nonsteroid.

5. Terapi pada Gangguan Sistem Muskuluskeletal
• Terapi Medis
1 .Obat analgetik
Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
2. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) fenofrofin, piroksikam,ibuprofen
3. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD)
4. Kortikosteroid sistemik dan suntikan intra-artikuler
5. Operasi/pembedahan
• Terapi Nonmedis
1. Perlindungan sendi ,tulang dan otot dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk lordosis lumbal, menghindari aktivitas yang berlebihan pada bagian yang sakit , dan pemakaian alat-alat.
2. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
3. Dukungan psikososial
4. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin serta program latihan yang tepat
5. Terapi konservatif mencakup :
• Terapi panas, Pemakaian terapi panas untuk mengurangi nyeri pada artritis telah lama dikenal. Panas akan mengurangi nyeri; mengurangi spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon.
• Terapi dingin, Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat aktivitas kolagenase di dalam sinovium. Dinginjuga mengurangi spasme otot
• Terapi listrik, Terapi listrik TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri melalul kerjanya menaikkan ambang rangsang nyeri.
• Terapi air, Air sebagai terapi digunakan terutama dalam memberikan latihan. Daya apung air akan membuat nngan bagian atau ekstremitas yang direndam sehingga sendi lebih muda digerakkan. Selain itu, suhu air yang hangat membantu mengurangi rasa nyeri.
• Terapi laser, Terapi laser pada dekade terakhir ini mulai populer digunakan pada artritis untuk mengurangi nyeri.
Sedangkan untuk kasus fraktur pengobatan yang biasanya dilakukan:
1. Terapi konservatif :
• Pembidaian
 Penanganan patah tulang yang paling utama adalah dengan melakukan pembidaian. Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan bagian yang patah. Di bawah ini adalah beberapa macam teknik penyembuhan patah tulang dengan pembidaian.
a. Bidai keras : umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan. Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
b. Bidai traksi : bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha. Contoh : bidai traksi tulang paha
c. Bidai improvisasi : bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si penolong. Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
d. Gendongan/Belat dan bebat : pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah cedera. Contoh : gendongan lengan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan bebat:
 Pemasangan gips: yaitu berupa bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah.
Jenis-jenis gips:
• Gips lengan pendek.Memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, melingkar erat didasar ibu jari.bil ibu jari dimasukkan dinamakan spika ibu jari atau gips gauntlet.
• Gips lengan panjang.memanjang setinggi lipat ketiak sampai disebelah proksimal lipatan telapak tangan.siku biasanya diimobilisasi dalam posisi tegak lurus.
• Gips tungkai pendek.memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki.kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.
• Gips tungkai panjang.Memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki.Lutut harus sedikit fleksi.
• Gips berjalan.Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat.Bisa disertai telapak untuk berjalan.
• Gips tubuh.melingkar dibatang tubuh.
• Gips spika.Melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda)
• Gips spika bahu.Jaket tubuh yang melingkari tubuh ,bahu dan siku.
• Gips spika pinggul.Melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah.dapat gips spika tunggal atau ganda.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
 Peningkatan mobilitas.Sendi yang tidak diimobilisasi harus dilatih dan gerakkan sesuai kisaran geraknya geraknya untuk mempertahankan fungsinya.
 Perawatan diri maksimal.Kurangnya perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
 Penyembuhan abrasi kulit. Sebelum pemasangan gips, laserasi dan abrasi kulit harus dirawat dahulu agar sepat sembuh.kulit harus dicuci dengan saksama sesuai perintah dokter.Bila luka sangat ekstensif ,dapat dipilih alternatif lain misalnya fiksator eksternal vuntuk mengimobilisasi anggota tubuh.
 Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat .pembengkakan dan edema adalah respon alami jaringan terhadap trauma dan pembedahan.Insufiensi pembuluh darah atau penekanan serabut sarafyang berkaitan dengan pembengkakan yang tak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
• Immobilisasi saja tanpa reposisi
• Traksi
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh .Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang.
Jenis-jenis traksi:
• Traksi lurus atau traksi langsung
Memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur.Contoh Traksi ini adalah traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis.
• Traksi suspensi seimbang
Memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur sehingga memunginkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya garis tarikan.
• Traksi kulit
Traksi yang dapat langsung dipasang pada kulit yang terjadi akibat beban menarik tali,spon karet, atau bahan kanvas.
Komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kerusakan kulit.pada pemasangan traksi kulit dapat terjadi kerusakan kulit seperti iritasi.Kulit sensitif dan rapuh pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal.reaksi kulit yang berhubungan langsung dengan plester dan spon harus dipantau dengan ketat.Boot spon harus diambil untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari dan perawatan khusus pada punggung diberikan pada pasien paling tidak tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus dan pemberian kasur khusus yang diisi udara dapat diapasang untuk mengurangi ulkus kulit.
2. Tekanan saraf.Traksi kulit dapat menyebabkan tekanan pada saraf perifer.Bila memasang traksi,ekstremitas bawah,harus dilakukan perawatan untuk mencegah adanya tekanan pada saraf peroneus pada titik ketika ia melintasi sekitar leher fibula tepat dibawah lutut.tekanan pada titik ini dapt menyebabkan footdrop.Bila dipasang dilengan,daerah sekitar siku dimana saraf ulnaris berada tidak boleh dibalut terlalu kuat.
3. Kerusakan sirkulasi.Setelah traksi kulit terpasang, kaki atau tangan diinspeksi mengenai adanya gangguan peredaran darah dalam beberapa menit sampai 1- 2 jam.
• Traksi skelet
Traksi yang langsung dipasang ke skelet tubuh.Metode in paling sering digunakan untuk menangani fraktur femur,tibia, Humerus dan tulang leher.Traksi ini dipasang langsung ketulang menggunakan pin metal atau kawat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Pemberian posisi.Kesejajaran tubuh pasien harus dijaga sesuai aturan agar garis tarikannya efektif.kaki diposisikan untuk mencegah terjadinya footdrop, dan rotasi kedalam.
2. Perawatan kulit.Pada titik tekanan tekanan khusus perlu diperiksa adanya kemerahan dan luka kulit.Daerah yang biasanya rentan adalah tuber isiadikum,rongga poplitea,tendi aschiles, dan tumit.
3. Status neurovaskuler
4. Tempat penusukan pin.luka pada tempat penusukan perlu perhatian khusus.pada permulaan ditutup dengan kasa steril.perawatan selanjutnya disesuaikan dengan keadaan,dan area tersebut harus terjaga kebersihannya.
• Traksi manual
Traksi yang dipasang dengan tangan.Merupakan traksi sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, memberikan perawatan kulit dibawah boot busa ekstensi Buck, atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi

Prinsip Traksi Efektif
Pada pemasangan traksi,harus diperhatikan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan.Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurang spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
Faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan adalah:
• Tubuh Pasien yang tidak sejajar dngan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang
• Tali traksi macet
• Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
• Simpulpada tali menyentuh atau telapak kaki menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
• Fiksasi
Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam, penggantian dengan prostesis dan lain-lain. Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang untuk kemudian disatukan dengan batangan logam di luar kulit.
fiksasi interna yang biasa dipakai berupa pen dalam sumsum tulang panjang atau plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan cara ini adalah terjadi reposisi sempurna, tidak perlu dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera. Namun mempunyai risiko infeksi tulang.
Prostesis biasa digunakan untuk penderita patah tulang pada manula yang sukar menyambung kembali.

2. Terapi operatif
• ORIF
Indikasi ORIF :
- Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
- Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi
• Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
• Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan eksisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore


6. Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal
a. Otot
ASKEP BURSITIS
A. Definisi
 Bursitis adalah peradangan bursa, yang terjadi pada tempat perlekatan tendon atau otot dengan tulang oleh sebab yang belum diketahui dengan pasti.
 Bursitis adalah peradangan pada bursa yang disertai rasa nyeri. Bursa adalah kantong datar yang mengandung cairan sinovial, yang memudahi pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi gesekan.
Bursa terletak pada sisi yang mengalami gesekan, terutama di tempat dimana atau otot melewati tulang. Dalam keadaan normal, sebuah bursa mengandung sangat sedikit cairan. Tetapi jika terluka, bursa akan meradang dan terisi oleh cairan.
Bursa yang sering terkena adalah :
1. Bursa sub akromial dan bursa deltoid pada bahu yaitu bursa yang paling penting dalam tubuh, inflamasi pada bursa ini menimbulkan perasaan nyeri akut serta pergerakan yang terbatas terutama gerakan abduksi pada sendi bahu, dan nyeri menetap pada insersi deltoid terutama pada malam hari. Sering kali sekunder akibat robeknya bungkus rotator yang terjadi tanpa di ketahui.
2. Bunion bursitis yaitu daerah pembengkakan yang mengeras pada permukaan metakarpofalangeal I. penanggulangan dengan aspirasi cairan pada bagian yang membengkak dan suntikan kortikosteroid local.
3. Bursitis Achilles yang terdapat pada perlekatan tendon Achilles dengan tulang kallaneus (retrokalkaneal bursa) dan di antara bursa tersebut dan kulit (bursa sub kutaneous). Menimbulkan rasa nyeri di daerah tersebut terutama pada kalkaneus posterior. Mudah untuk melakukan suntikan kortikosteroid dan xilokain pada daerah pembengkakan di sini, tetapi harus hati-hati tidak boleh ada bolus pada tendon untuk menghindari risiko rupture.
4. Heel spur bursitis. Menimbulkan rasa nyeri pada daerah tumit. Suntikan local kortikosteroid dan atau lidokain sangat membantu.
5. Anserin bursitis, sering disalah tafsirkan sebagai osteortritis karena dijumpai pada wanita tua bertubuh gemuk, yaitu berupa rasa nyeri, tegang (tender) dan kadang-kadang membengkak dan terasa panas di daerah lutut bagian medial inferior, distal garis sendi.
6. Bursitis pre patellar (house maid’s knee dengan keluhan yang khas pada lutut, yaitu rasa nyeri sewaktu berlutut, terasa kaku, bengkak dan berwarna merah pada bagian anterior lutut (patela). Penyebab yang paling sering karena lutut sering bertumpu pada lantai. Berbeda dengan sinovitis pada lutut yang menimbulkan pembengkakan di daerah belakang bagian pinggir lutut.
7. Bursitis olekranon, terdapat pada puncak siku (tip). Hal ini sering terjadi pada posisi dengan menggunakan siku atau sering jalan tiarap. Walaupun inflamasinya jelas tetapi kadang-kadang rasa nyeri hanya minimal. Juga dapat timbul pada artristis rheumatoid, gout, akibat trauma dan infeksi. Pencegahan dilakukan dengan memakai alas karet busa untuk protektif. Kalau perlu dapat diberi suntikan local kortikosteroid.
8. Bursitis kalkaneal, ada 3 bursa di sekeliling kalkanrus yang dapat mengalami inflamasi dan menimbulkan rasa sakit yaitu :
 Bursitis retro kalkaneal pada bagian anterior Achilles.
 Bursitis post kalkaneal pada bagian posterior Achilles
 Bursitis sub kalkaneal pada bagian inferior tulang kalkaneus. Bursitis yang berulang-ulang di tempat ini dapat mengakibatkan tebdnitis pada Achilles dan dapat mengakibatkan rupture tendon.
9. Bursitis pada ibu jari metakarpofangeal I, kelingking dan tumit. Hal ini terutama di sebabkan ukuran sepatu yang tidak sesuai.
10. Bursitis hip (pada pinggul), ada 3 yang terpenting yaitu :
 bursitis trokanter, pada inseri otot gluteus medius di trokanter femur, menimbulkan rasa nyeri pada bagian lateral pinggul sebelah bawah trokanter dan dapat menjalar ke bawah, ke kaki atau lutut. Rasa nyeri istimewa pada malam hari dan bertamnah nyeri kalau dibengkokkan, rotasi internal atau kalau mendapat penekanan di daerah trokanter tersebut dijumpai otot-otot menegang kaku. Dan pada foto roentgen terlihat adanya deposit kalsium. Penanggulangan dengan suntikan local lidocain 1%.
 Bursitis iliopektineal, menimbulkan rasa nyeri dan tegang di daerah lateral segi tiga skarpa (daerah segi tiga yang dibatasi oleh ligament inguinal,
Bursitis digolongkan menjadi 2 :
 Bursitis akut terjadi secara mendadak.
Jika disentuh atau digerakkan, akan timbul nyeri di daerah yang meradang. Kulit diatas bursa tampak kemerahan dan membengkak. Bursitis akut yang disebabkan oleh suatu infeksi atau gout menyebabkan nyeri luar biasa dan daerah yang terkena tampak kemerahan dan teraba hangat.
 Bursitis kronis merupakan akibat dari serangan bursitis akut sebelumnya atau cedera yang berulang. Pada akhirya, dinding bursa akan menebak dan di dalamnya terkumpul endapan kalsium padat yang menyerupai kapur. Bursa yang telah mengalami kerusakan sangat peka terhadap peradangan tanbah. Nyeri menahun dan pembengkakan bisa membatasi pregerakan, sehingga otot mengalami penciutan (atrofi) dan menjadi lemah. Serangan bursitis kronis berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu dan sering kambuh.
B. Etiologi
Penyebabnya sering kali tidak diketahui, tetapi burnitis dapa disebabkan oleh :
- Cedera
- Gout
- Pseudogout
- Arthritis rematoid
- Infeksi.
Yang paling mudah terkena bursitis adalah bahu, bagian tubuh lainnya yang juga terkena bursitis adalah sikut, pinggul, lutut, jari kaki, dan tumit.
C. Tanda dan Gejala
Gejala utama pada bursitis pada umunya berupa pembengkakan lokal, panas, merah, dan nyeri. Bursitis menyebabkan nyeri dan cenderung membatasi pergerakan, tetapi gejala yang khusus tergantung kepada lokasi bursa yang meradang. Jika bursa di bahu meradang, maka jika penderita mengangkat lengannya untuk memakai baju akan mengalami kesulitan dan merasakan nyeri.
C. Pengobatan
Bursa yang terinfeksi harus dikeringakan dan diberikan obat antibiotik. Burnitis akut non-infeksius biasanya diobati dengan istirahat sementara waktu sendi yang terkena tidak digerakkan dan diberikan obat peradangan non-steroid (misalnya indometasin, ibuprofen atau naproksen). Kadang diberikan obat pereda nyeri. Selain itu bisa disuntikkan campuran daru obat bius lokan dan kortikosteroid langsung ke dalam bursa. Penyuntikan ini mungkin perlu dilakukan lebih dari satu kali. Pada burnitis yang berat dibrikan kortikostiroid (misalnya perdnison) per-oral (ditelan) selama beberapa hari. Setelah nyeri mereda, dianjurkan untuk melakukan latihan khusus guna meningkatkan daya jangkau sendi. Bursitis kronis diobati dengan cara yang sama. Kadang endapan kalsium yang besar di bahu bisa dibuang melalui jarun atau melalui pembadahan. Kortikosteoid bisa langsung disumtikkan ke dalam sendi. Terapi fisik dilakukan untuk mengemblikan fungsi sendi. Latihan bisa membantu mengembalikan kekuatan otot dan daya jankau sendi. Bursitis sering kambuh jika penyebabnya ( misalnya, gout, arthritis rematoid atau pemakaianberlebihan) tidak diatasi.
Pemeriksaan Penunjang
Ada pemeriksaan khusus untuk memastikan adanya bursitis yaitu dengan radiografi. Pada daerah yang terserang biasanya menunjukkan adanya klasifikasi dalam bursa, tendon atau jaringan lunak yang berdekatan.
D. Diagnosa Banding
- Sepsis atau sinflamasi : aspirasi dan biakan
- Mungkin sukar dibedakan antara bursitis dan arthritis inflamasi akut, selulitis, atau ostiomieolitis
- Diagnosa sering ditegakkan berdasarkan lokasi nyeri pada tempat yang klasik
- Sendi yang terserang biasanya mempunyai ruang gerak pasif yang hampir normal

WOC


KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Jenis kelamin, dan usia
2. Keluhan utama : Nyeri, pembengkakan, panas, merah.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu : Apakah klien pernah menderita artitis rematoid, gaut, apakah pernah cedera atau koma
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pola mobilitas fisik
7. Pola perawatan diri
Klien dalam pemenuhan perawatan diri (mandi, gosok gigi, mencuci rambut) mengalami keterbatasan karena nyeri tersebut.
8. Konsep diri
Klien dengan penyakit bursitis akut maupun kronis sering mengalami nyeri sehingga gambaran dirinya terganggu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) yang berhubungan dengan agen pencedera :
Disertai jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
• Klien mengatakan nyeri berkurang.
• Klien tampak dan mampu tidur atau istirahat dengan tepat.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji lokasi, intensitas dan derajat nyeri.

2. Berikan posisi yang nyaman.


3. Berikan kasur busa atau bantal air pada bagian yang nyeri.

4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.

5. Kolaborasi pemberian aspirin. 1. Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keafektifan program.
2. Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri.
3. Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral.
4. Meningkatkan relaksasi / mengurangi tegangan otot.

5. Aspirin bekerja sebagai anti dan efek analgetik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.

2. Gangguan inteloriensi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan/ keletihan.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktifitasnya setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktifitas sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan
- Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang menurunkan toleriansi aktifitas.

INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidak mampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari
2. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan
3. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan


4. Berikan lingkungan yang aman 1. Klien menunjukkan kelemahannya berkurang dan dapat melakukan aktifitasnya

2. Menghemat energi untuk aktifitas

3. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi dan seluruh fase penyakit yang penting mencegah kelemhan
4. Menghindari cedera akibat kecelakaan


3. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan, nyeri pada waktu bergerak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu melakukan perawatan terhadap dirnya secara mandiri.
Kriteria hasil :
• Klien mampu melaksanakan aktifitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Klien mampu mendemontrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kajian keterbatasan klien dalam peraatan diri.


2. Pertahankan mobilitas, control terhadap nyeri dan program latihan.
3. Kaji hambatan terhadap partisipasi dan perawatan diri.

4. Konsul dengan ahli terapi okulasi. 1. Mungkin dapat melanjutkan aktifitas umum dengan melakukan adaptasi yang dilakukan pada saaat ini.
2. Mendukung kemandirian fisik / emosional.
3. Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
4. Berguna untuk menentukan alat bantu utnuk memenuhi kebutuhan individu.

ASKEP STRAIN
A. PENGERTIAN
Adalah tarikan pada otot, ligament atau tendon yang disebabkan oleh regangan (streech) yang berlebihan.
B. PATOFISIOLOGI.
Adalah daya yang tidak semestinya yang diterapkan pada otot, ligament atau tendon. Daya (force) tersebut akan meregangkan serabut-serabut tersebut dan menyebabkan kelemahan dan mati rasa temporer serta perdarahan jika pembuluh darah dan kapiler dalam jaringan yang sakit tersebut mengalami regangan yang berlebihan.
C. TANDA DAN GEJALA.
- Kelemahan
- Mati rasa
- Perdarahan yang ditandai dengan :
• Perubahan warna
• Bukaan pada kulit
- Perubahan mobilitas, stabilitas dan kelonggaran sendi.
- Nyeri
- Odema
D. PENANGANAN.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.
E. RENCANA PERAWATAN.
1. Kemotherapi.
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300 – 600 mg/hari).
2. Elektromekanis.
- Penerapan dingin. Dengan kantong es 24 0C
- Pembalutan atau wrapping eksternal. Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
- Posisi ditinggikan atau diangkat. Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
- Latihan ROM.
- Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.
- Penyangga beban. Semampunya dilakukan penggunaan secara penuh.
STUDI DIAGNOSTIK.
a. Riwayat :
- Tekanan
- Tarikan tanpa peredaan
- Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STRAIN
I. PENGKAJIAN.
1. Identitas pasien.
2. Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
- Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.
- Daerah mana yang mengalami trauma.
- Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4. Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi :
- Kelemahan
- Edema
- Perdarahan perubahan warna kulit
- Ketidakmampuan menggunakan sendi
b. Palpasi :
- Mati rasa
c. Auskultasi
d. Perkusi.
5. Pemeriksaan Penunjang.
Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah tulang.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :
- Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
- Menunjukkan teknik memampukan melaksanakan aktivitas ( ROM aktif dan pasif).
Intervensi :
- Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi.
- Ajarkan untuk melaksanakan latihan rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sehat dan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.
- Berikan pembalutan, pembebatan yang sesuai.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :
- Menyatakan nyeri hilang.
Intervensi :
- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips dan pembalutan.
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
- Pemberian kompres dingin dengan kantong es 24 0C.
- Ajarkan metode distraksi dan relaksasi selama nyeri akut.
- Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan :
- Mendemonstrasikan adaptasi kesehatan, penanganan keterampilan.
Intervensi :
- Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan khususnya mengenai pandangan pemikiran perasaan seseorang.
- Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, dan prognosa kesehatan.
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikan.
- Hindari kritik negatif.
- Beri privasi dan suatu keamanan lingkungan.

b. Tulang
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a) Riwayat perjalanan penyakit
• Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
• Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
• Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
• Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
• Kehilangan fungsi
• Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
• Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
• Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
• Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
• Kapan` klien mendapatkan pengobatan terakhir
c) Proses pertolongan pertama yang dilakukan
• Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
• Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a) Mengidentifikasi tipe fraktur
b) Inspeksi daerah mana yang terkena
 Deformitas yang nampak jelas
 Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
 Laserasi
 Perubahan warna kulit
 Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c) Palpasi
• Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
• Krepitasi
• Nadi, dingin
• Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko terjadinya syok berhubungan dengan perdarahan yg banyak
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
3. Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka.
4. Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam penafsiran, tidak familier dengan sumber informasi.
RENCANA KEPERAWATAN
1. Resiko terjadinya syok brhubungan dengan perdarahan yg banyak
INTERVENSI
INDENPENDEN:
a) Observasi tanda-tanda vital.
b) Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya per darahan
c) Memberikan posisi supinasi
d) Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
e) Pemberian cairan per infuse
f) Pemberian obat ko-agulan sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dgn fiksasi.
g) Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
RASIONAL
a) Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
b) Untuk menentukan tindakan
c) Untuk mengurangi perdarahan dan mencegah kekurangan darah ke otak.
d) Untuk mencegah kekurangan cairan (mengganti cairan yang hilang)
e) Pemberian cairan per-infus.
f) Membantu proses pembekuan darah dan untuk menghentikan perdarahan.
g) Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.

2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INTERVENSI
INDEPENDEN:
a) Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan immobilisasi (back slab)
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e) Pemberian obat-obatan analgesik
RASIONAL
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri.
d) Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri.

3. Potensial infeksi berhubungan dengan luka terbuka.
INTERVENSI
INDEPENDEN:
a) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c) Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic
d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
e) Pemeriksaan darah : leokosit
f) Pemberian obat-obatan : antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g) Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
RASIONAL:
a) Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b) Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c) Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d) Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e) Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f) Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g) Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.

4. Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a) Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran, dll ).
c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d) Membantu pasien dalam perawatan diri
e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar buang air besar teratur.
f) Memberikan diet tinggi protein , vitamin , dan mineral.
KOLABORASI :
g) Konsul dengan bagian fisioterapi
RASIONAL
a) Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proposional)
b) Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d) Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e) Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diet dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb). Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
g) Untuk menentukan program latihan.

5. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengobatan sehubungan dengan kesalahan dalam penafsiran, tidak familier dengan sumber informasi.
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
b) Memberikan dukungan, mengajarkan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian fisioterapi.
c) Memilah-milah aktifitas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d) Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
RASIONAL
a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentukan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses penyembuhan sehingga keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlukan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau keluarga).
d) Membantu mengfasilitaskan perawa-tan mandiri, memberi support untuk mandiri.
e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjut an dan pasien kooperatif.

c. Sendi
DISLOKASI
Definisi :
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth)
Keluarnya kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
Klasifikasi :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan)
Etiologi :
Faktor predisposisi
1. akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
2. Trauma akibat kecelakaan.
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi disekitar sendi.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. perubahan kontur sendi
3. perubahan panjang ekstremitas
4. kehilangan mobilitas normal
5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. deformitas
7. kekakuan
Pemeriksaan diagnostic
1. foto X-ray
untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
2. foto roentgen
Penata laksanaan :
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
4. beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4kali sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Askep :
Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama : keterbatasan aktifitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan neurosensori
3. Riwayat perkembangan. Data ini menggambarkan keadaan pada neonates, bayi, prasekolah, usia sekolah, remaja, dewasa, tua, dan kebutuhan beraktifitas pada setiap tahap, serta gangguan/kejadian yang mempengaruhi sistem muskuloskletal pada tiap tahapnya.
4. Riwayat kesehatan pada masa lalu : kelainan muskuloskletal (jatuh,infeksi, trauma, fraktur), cara penanggulangannya, penyakit (diabetes melitus)
5. Riwayat kesehatan sekarang : kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala timbul secara tiba-tiba/perlahan, lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
6. Pemeriksaan fisik : keadaan umum dan kesadaran, keadaan integument (kulit, kuku), kardiovaskular (hipertensi, takikardia), neurologis (spasme otot, kebas/kesemutan), keadaan ekstremitas dan hematologi. Pada persendian : nyeri, deformitas, fungsiolesa mis: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
7. Riwayat psikososial : reaksi emosional, cairan tubuh, sistem pendukung,
8. Pemeriksaan diagnostic : rontgen untuk mengetahui lokasi/ luas cedera, CT scan, MRI, arteriogram, pemindaian tulang, darah lengkap dan kreatinin.
9. Pola kebiasaan sehari-hari atau hobi
Diagnosa Keperawatan
 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
 Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Focus Intervensi
 Diagnose 1 : gangguan rasa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
Tujuan keperawatan : rasa nyaman meningkat sehingga nyeri berkurang atau hilang
Criteria hasil : klien tidak mengeluh nyeri / nyeri berkurang, klien tampak tenang skala nyeri 0-4
Intervensi keperawatan
• Kaji intensitas nyeri, kaji karakteristik nyeri, lokasi nyeri dan durasi.
• Atur posisi yang nyaman
• Ajarkan dan anjurkan relaksasi/distraksi
• Anjurkan melakukan imajinasi
• Kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik
Evaluasi : setelah melakukan intervensi keperawatan diharapkan klien mengalami peredaan nyeri
• Melaporkan penurunan nyeri
• Tidak mengalami nyeri tekan ditempat terjadinya infeksi
• Menunjukkan perilaku yang lebih rileks
• Memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.
 Diagnose 2 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
Tujuan keperawatan : meningkatkan mobilitas pada tingkat yang paling mungkin.
Criteria hasil : klien mampu bergerak dan kekuatan otot meningkat.
Intervensi keperawatan
• Kaji derajat imobilitas.
• Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik.
• Berikan latihan ROM
• Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, dan tongkat.
• Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
Evaluasi : setelah melakukan intervensi keperawatan diharapkan klien mempertahankan mobilitas fisik
• Berpartisipasi dalam program latihan dan aktifitas perawatan diri.
• Mencari bantuan sesuai kebutuhan.
• Mempertahankan koordinasi dan mobilitas secara optimal
 Diagnose 3 : Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
Intervensi
• Bantu Pasien mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
• Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.
• Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani Pasien
 Diagnose 4 : Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi
• kaji konsep diri pasien
• kembangkan BHSP dengan pasien
• Bantu Pasien mengungkapkan masalahnya
• Bantu pasien mengatasi masalahnya.









BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

0 komentar:


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger